Studi: Duduk Lama Terjebak Kemacetan Tingkatkan Risiko Kerusakan Otak
- Pixabay/Unsplash
VIVA Lifestyle – Terjebak dalam kemacetan bisa bikin frustasi. Selain membuat kita terlambat, terjebak macet tentu saja membuang-buang waktu. Sayangnya, bukan hanya itu kerugian yang kita dapatkan. Menurut penelitian, terjebak dalam kemacetan juga bisa berdampak negatif pada kesehatan.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Health, mengungkapkan bahwa menghirup asap knalpot diesel sambil duduk di tengah kemacetan lalu lintas dapat merusak fungsi otak. Apa alasannya? Scroll untuk tahu jawabannya.
Pemindaian otak yang dilakukan oleh tim dari University of British Columbia dan University of Victoria, menemukan tanda-tanda penurunan fungsi otak mulai muncul hanya dalam dua jam paparan asap diesel.
"Selama beberapa dekade, para ilmuwan mengira otak mungkin terlindung dari efek berbahaya polusi udara. Studi ini, yang merupakan yang pertama di dunia, memberikan bukti baru yang mendukung hubungan antara polusi udara dan kognisi," kata Penulis senior studi, Dokter Chris Carlsten, dikutip Express, Rabu 1 Februari 2023.
Sebagai bagian dari penelitian, 25 orang dewasa yang sehat, secara singkat terpapar knalpot diesel dan udara yang disaring pada waktu yang berbeda di laboratorium. Aktivitas otak mereka diukur sebelum dan sesudah setiap paparan menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI).
Peneliti kemudian menganalisis perubahan pada default mode network (DMN) otak, yang merupakan sekumpulan wilayah otak yang saling berhubungan yang memainkan peran penting dalam memori dan pemikiran internal.
fMRI menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan konektivitas fungsional di wilayah luas DMN setelah terpapar knalpot diesel, dibandingkan dengan udara yang disaring.
"Kami tahu bahwa konektivitas fungsional yang berubah di DMN telah dikaitkan dengan penurunan kinerja kognitif dan gejala depresi. Jadi, mengkhawatirkan melihat polusi lalu lintas mengganggu jaringan yang sama ini," ujar Penulis pertama studi tersebut, Dokter Jodie Gawryluk.
"Sementara penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya dampak fungsional dari perubahan ini, ada kemungkinan bahwa hal itu dapat mengganggu pemikiran atau kemampuan orang untuk bekerja," sambung dia.
Bagaimana cara melindungi diri?
Tercatat bahwa perubahan di otak bersifat sementara dan konektivitas peserta kembali normal setelah paparan. Namun, Dr Carlsten percaya bahwa efeknya berpotensi bertahan lama jika terus menerus terpapar. Dia memperingatkan orang-orang untuk memerhatikan udara yang mereka hirup dan mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan paparan mereka.
"Orang-orang mungkin ingin berpikir dua kali saat mereka terjebak kemacetan dengan jendela diturunkan. Penting untuk memastikan filter udara mobil Anda berfungsi dengan baik, dan jika Anda sedang berjalan atau bersepeda di jalan yang sibuk, pertimbangkan untuk mengalihkan ke rute yang tidak terlalu sibuk," saran dia.
Meski studi saat ini hanya melihat dampak kognitif dari polusi lalu lintas, Dr Carlsten mengatakan bahwa produk pembakaran lainnya juga wajib menjadi perhatian.
"Polusi udara sekarang diakui sebagai ancaman lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia dan kami semakin melihat dampaknya di semua sistem organ utama. Saya berharap kita akan melihat dampak serupa pada otak dari paparan polutan udara lainnya, seperti asap kebakaran hutan," paparnya.
"Dengan meningkatnya insiden gangguan neurokognitif, ini menjadi pertimbangan penting bagi pejabat kesehatan masyarakat dan pembuat kebijakan," tutup dia.