WHO Ungkap Sebab Obat Batuk Sirup Picu Kematian 300 Anak di RI
- Pexels/Cottonbro
VIVA Lifestyle – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan peringatan baru ke semua negara setelah menemukan kemungkinan hubungan antara sirup obat batuk anak dan kematian lebih dari 300 anak dari berbagai negara. Salah satunya yaitu Indonesia yang mencatat hingga 324 kematian anak akibat gagal ginjal akut usai konsumsi obat sirup.Â
Dikutip laman The Health Site, selama beberapa minggu terakhir, WHO telah menyoroti keberadaan dua bahan kimia yang sangat beracun dalam sirup obat batuk yang digunakan secara besar-besaran untuk anak-anak. Dua bahan kimia beracun yang ditemukan dalam sirup obat batuk yang terkontaminasi adalah -- diethylene glycol (DEG) dan ethylene glycol (EG).
"Ini adalah bahan kimia beracun yang digunakan sebagai pelarut industri dan agen antibeku, yang dapat tertelan secara fatal bahkan dalam jumlah kecil, dan tidak boleh ditemukan dalam obat-obatan," kata WHO dalam pernyataannya.
Tingginya kadar kedua bahan kimia beracun ini terkait langsung dengan penyebab komplikasi parah pada tubuh orang yang mengkonsumsinya, terutama anak-anak, yang rentan terhadap penyakit asing tersebut. Negara-negara yang paling banyak mengalami kasus kematian akibat sirup obat batuk yang terkontaminasi adalah Gambia, Indonesia, dan Uzbekistan.Â
WHO juga telah memperingatkan bahwa sebagian besar dari anak-anak ini berusia di bawah lima tahun. Pejabat WHO telah mengeluarkan peringatan terhadap tiga produk medis global sejak 2022. Dari enam perusahaan obat tersebut berasal dari India dan Indonesia.Â
"Menyadari meningkatnya kasus kematian akibat konsumsi sirup obat batuk, WHO mengatakan bahwa sebagian besar kasus ini tidak terisolasi, dan tindakan segera dan terkoordinasi penting untuk menjaga agar situasi yang memburuk tetap terkendali," kata WHO.
Bagaimana Diethylene Glycol Dan Ethylene Glycol Mempengaruhi Tubuh?
WHO menjelaskan bahwa kematian anak-anak dengan konsumsi sirup obat batuk yang mengandung dua bahan kimia beracun yaitu Diethylene Glycol dan Ethylene Glycol. Kedua bahan kimia ini beracun bagi manusia jika dikonsumsi dalam jumlah berapa pun, dan juga bisa berakibat fatal.Â
Produk di bawah standar yang dirujuk dalam lampiran bahwa kedua bahan kimia ini tidak aman dan penggunaannya, terutama pada anak-anak, dapat mengakibatkan cedera serius atau kematian. Mengapa kedua bahan kimia beracun ini digunakan? Diethylene glycol (DEG) digunakan sebagai pemanis. Ini adalah cairan higroskopis tidak berwarna, tidak berbau, yang biasa digunakan dalam persiapan komersial antibeku.
Namun, mengingat lonjakan kematian pada anak-anak baru-baru ini, badan kesehatan global telah memberi tahu negara-negara tersebut untuk memberi tahu pejabat WHO tentang sirup obat batuk yang mengandung dua bahan kimia beracun ini.
"WHO mengeluarkan seruan mendesak untuk bertindak ke negara-negara untuk mencegah, mendeteksi, dan menanggapi insiden produk medis di bawah standar dan dipalsukan," kata badan kesehatan global itu.
Ini bukan pertama kalinya WHO memperingatkan penggunaan sirup obat batuk karena adanya bahan kimia beracun. Pada bulan Oktober 2022, dikeluarkan peringatan atas sirup obat batuk yaitu -- Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Semua sirup obat batuk ini diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, Haryana, India.
Kemudian pada bulan November, WHO mengeluarkan peringatan lagi atas delapan produk, termasuk Sirup Obat Batuk Unibebi, Obat Tetes Unibebi Demam Paracetamol, dan Sirup Unibebi Demam Paracetamol, yang diidentifikasi di Indonesia dan diproduksi oleh PT Afi Farma. Peringatan ketiga terhadap sirup obat batuk dikeluarkan awal bulan ini terhadap penggunaan dua sirup obat batuk "di bawah standar" yang diproduksi oleh Marion Biotech, India. Sirup obat batuk ini dikaitkan dengan kematian 18 anak di Uzbekistan.
Ada pun, pemerintah berfokus pada penyelamatan nyawa korban Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (GG APA) sejak kasus ditemukan di Indonesia pada Agustus 2022 lalu. Secara total sebanyak 324 kasus GGAPA yang tercatat di Indonesia.
Sejak 18 Oktober terjadi penurunan kasus kematian dan kasus baru akibat GGAPA, terutama sejak diterbitkannya Surat Edaran Kementerian Kesehatan pada 18 Oktober 2022 untuk tenaga kesehatan dan Apotek agar menghentikan penggunaan obat sirop dan obat cair lainnya untuk anak.
"Sejak 2 November tidak ada laporan kasus, baik yang merupakan kasus baru maupun kasus lama yang dilaporkan," tulis keterangan pers Kementerian Kesehatan.
Dalam menentukan penyebab GGAPA di Indonesia, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan berbagai pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.