IDAI: Jangan Targetkan Anak Gemuk, Tapi Harus Sehat

Ilustrasi anak tidak mau makan.
Sumber :
  • Ist.

VIVA Lifestyle – Bayi yang gemuk kerap dianggap lebih menggemaskan dibandingkan anak lainnya. Hal tersebut membuat banyak orangtua berpikir bahwa anak bayi yang lebih gemuk berarti kesehatannya pun lebih baik, yang sebenarnya kondisi tersebut justru membahayakan anak.

Polisi Cek Kondisi Anak 9 Tahun Usai Dianiaya dan Dipaksa Minum Miras oleh 4 Pria di Tangerang

Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI, Dr dr Muzal Kadim, SpA(K) dalam Media Briefing virtual bersama Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengenai Jajanan Anak dan Kesehatan Pencernaan, menjelaskan bahwa para orangtua harus mengubah pola pikirnya mengenai berat badan anak bayinya. Sebab, anak gemuk justru bisa mengarah pada obesitas yang tidak sesuai dengan tumbuh kembangnya. Scroll selanjutnya ya.

"Jangan targetkan anak gemuk, targetnya sehat. Itu ada standard, selama cukup status gizi. Jadi, tidak terlihat kurus atau gemuk berlebihan," tuturnya, baru-baru ini.

PBB: Kematian Anak Palestina akibat Dibunuh Tentara Israel di Tepi Barat Naik Tiga Kali Lipat

Ilustrasi anak gemuk/obesitas.

Photo :
  • iStockphoto.

Muzal menambahkan, status gizi yang standard mengacu pada keseimbangan porsi makan disertai aktif bergerak. Sayangnya, banyak orangtua justru tidak memberikan porsi seimbang pada anak dan kerap memberi minuman berupa susu yang malah membuat tubuh anak gemuk tapi tidak sehat.

KPAI Sebut Anak-anak Rentan Jadi Objek Politik Selama Tahapan Pilkada 2024

"Biasanya karena kurang gerak dan terlalu banyak minum susu. Karena nggak mau makan, suka dikasih susu saja. Susu sehat, selama dikonsumsi tepat, sekitar 400-600 ml per hari pada anak. Pagi 200 ml, siang 200 ml, masih oke. Tapi banyaknya anak karena nggak mau makan, kasih susu, sehingga bisa 2 liter per hari. Gemuk tapi tidak sehat, makanya makanan itu harus seimbang," tuturnya.

Selain kelebihan susu, seringkali anak menjadi kelebihan berat badan karena cenderung mengonsumsi junk food. Pada makanan yang diolah dengan digoreng dalam minyak banyak, Muzal menyoroti kandungan gizi yang tidak seimbang sehingga anak-anak menjadi gemuk namun kesehatannya tidak terjaga.

Makanan junkfood.

Photo :
  • U-Report

"Kandungan seringnya itu hanya lemak atau karbohidrat saja tapi kurang seimbang. Tidak mengandung vitamin dan mineral jadi tidak cukup serat," tuturnya.

Kata Muzal, junk food juga mengandung gula yang tinggi karena berasal dari tepung yang memiliki indeks glikemik tinggi. Tak heran, anak yang gemar konsumsi junk food justru mengalami anemia, sistem imun buruk, hingga kolesterol.

"Makanan junk food itu juga bikin gemuk karena manis berlebihan. Tapi kadang dia anemia akibat kurang darah. Sistem imun juga kurang baik jadi mudah sakit karena kurang zink. Gemuknya juga jadi terjadi kolesterol, perlemakan hati, di samping junk food tertentu ada kandungan berbahaya," ujarnya.

Ilustrasi junk food.

Photo :
  • U-Report

Kandungan berbahaya yang dimaksud Muzal seperti boraks, rhodamin B, logam berat, yang bisa saja memicu keracunan makanan. Bahkan, tak sedikit yang memicu bahaya pada saraf serta rentan terhadap kanker. Untuk itu, Muzal menganjurkan agar anak-anak diberi makanan sehat dan seimbang secara rutin agar mencegah bahaya penyakit yang mengintai.

"Kalau manis-manis saja itu berbahayanya tidak akut tapi gangguan metabolik. Gangguan itu kolesterol tinggi, perlemak hati, diabetes, hipertensi. Itu kelainannya muncul saat dewasa atau orangtua, dianggap proses penuaan. Sekarang makin muda karena konsumsi makan yang tidak baik terutama karbohidrat tinggi. Tapi harusnya bisa dikontrol dari orangtua," katanya.

Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana

Dijalankan Januari 2025, Anggaran Program Makan Bergizi Gratis Rp 15.000 per Anak

Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana memastikan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp 15.000 per anak. Hal ini sesuai dengan hitungan Anggaran Pen

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024