Menkes: USG Ibu Hamil Cegah Risiko Komplikasi Persalinan Hingga Kematian Janin
- Freepik/tirachardz
VIVA Lifestyle – Indonesia masih dibayang-bayangi kerentanan kondisi yang mengancam nyawa para ibu dan bayinya. Hingga saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI) masih di kisaran 305 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH).
Demikian juga bayi dan balita yang masih harus kita selamatkan dari bahaya kematian. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Angka tersebut belum mencapai target yang ditentukan yaitu 183 per 100.000 KH di tahun 2024. Padahal, salah satu agenda utama SDGs adalah menurunkan angka kematian ibu dan kematian Balita.
Cegah Kematian Ibu Melalui ANC
Target kematian Ibu dan anak dilakukan melalui intervensi spesifik yang dilakukan saat dan sebelum kelahiran. Pemeriksaan antenatal yang berkualitas dan teratur selama kehamilan akan menentukan status kesehatan ibu hamil dan bayi yang dilahirkan.
Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin mengatakan dalam 6 kali pemeriksaan ibu hamil tersebut, dua kali di antaranya harus diperiksa oleh dokter dan di USG.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menetapkan pemeriksaan ibu hamil atau antenatal care (ANC) dilakukan minimal sebanyak 6 kali selama 9 bulan sebagai bentuk komitmen untuk penyediaan layanan esensial bagi Ibu hamil.
“Nantinya akan terlihat dan terdeteksi lebih cepat pada saat hamil apabila ada kelainan dan risiko komplikasi persalinan yang mungkin terjadi,” ujarnya, dalam keterangan pers.
Untuk mendukung aktivitas ini, Kemenkes tengah dalam proses menyediakan USG di Seluruh Provinsi di Indonesia.
Sebelumnya pemeriksaan USG hanya dapat dilakukan di RS atau Klinik, saat ini ibu hamil sudah dapat melakukan pemeriksaan di Puskesmas.
Kemenkes secara bertahap akan memenuhi kebutuhan USG di semua Puskesmas di Indonesia. Hingga nantinya akan terpenuhi kebutuhan 10.321 USG di 10.321 jumlah puskesmas pada tahun 2024.
Tentunya pemeriksaan USG ini perlu didukung dengan penguatan kolaborasi layanan ANC antara bidan, dokter umum dan dokter spesialis kebidanan serta jejaring PONED dan PONEK.
Jaga Kesehatan Bayi di Posyandu
Selain itu, Kementerian Kesehatan menyoroti kasus stunting yang bisa berdampak pada menurunnya kualitas generasi muda hingga bahaya diintai berbagai penyakit.
Maka, Kemenkes berfokus pada intervensi spesifik untuk penanganan stunting pada anak, baik yang dilakukan sebelum masa kelahiran maupun setelah kelahiran.
Setelah kelahiran, deteksi dini stunting dilakukan melalui pengukuran di Posyandu. Diagnosis stunting ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri dan penunjang.
“Agar pemeriksaan pengukuran bayi terstandar, kita gunakan antropometri di seluruh Posyandu di Indonesia sekaligus kita bisa pastikan perlambatan pertambahan berat badan bisa dideteksi lebih cepat sehingga tidak terjadi malnutrisi kronik yang akhirnya menjadi stunting,” ujar Menkes Budi G Sadikin.
Hasil pengukuran menjadi deteksi dini oleh kader di Posyandu, untuk kemudian dirujuk ke dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk diagnosis, pemberian konseling dan edukasi.
Bayi dan Balita stunting kemudian dirujuk ke dokter spesialis anak di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) untuk mengidentifikasi faktor-faktor medis atau red flags penyebab stunting.
Total kebutuhan antropometri kit sebanyak 313.737 dari jumlah Posyandu 303.416 yang ditargetkan akan terpenuhi pada tahun 2024. Pelatihan pemantauan pertumbuhan juga dilakukan dengan melibatkan tenaga terlatih dari Puskesmas.