Jangan Abai, Batuk Lama Disertai Demam Jadi Tanda TBC Mengintai
- Freepik/freepik
VIVA Lifestyle – Tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu penyakit menular penyebab kematian terbesar di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada lebih dari 900 ribu orang hidup dengan TBC namun tak mengenali kondisinya lantaran enggan memeriksa ke dokter maupun mengabaikan gejala yang ada.
Indonesia berada di urutan ke 3 negara dengan kasus TBC tertinggi di dunia setelah India dan Cina. Data tahun 2019 menunjukkan, ada sekitar 845.000 penderita TBC di Indonesia. Penyakit ini dapat berakibat fatal bagi penderitanya jika tidak segera ditangani. Meski begitu, TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan dan bisa dicegah.
"TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis di paru. Kondisi ini, kadang disebut juga dengan TB paru. Bakteri tuberkulosis yang menyerang paru menyebabkan gangguan pernapasan, seperti batuk kronis dan sesak napas. Penderita TBC biasanya juga mengalami gejala lain seperti berkeringat di malam hari dan demam," tulis Kementerian Kesehatan dalam keterangan persnya.
Pengobatan penyakit tuberkulosis biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan aturan minum obat yang ketat guna mencegah risiko terjadinya resistensi antibiotik. Jika tidak ditangani dengan segera, TBC dapat berakibat fatal. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi bagian organ tubuh lainnya, seperti ginjal, tulang, sendi, kelenjar getah bening, atau selaput otak, kondisi ini dinamakan dengan TB ekstra paru.
Penyebab TBC (Tuberkulosis)
Tuberkulosis (TBC) disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar ketika seseorang menghirup percikan ludah (droplet) saat penderita TBC batuk, berbicara, bersin, tertawa, atau bernyanyi.
Meski TBC dikategorikan sebagai penyakit menular, penularan penyakit ini tidak secepat pilek dan flu. Namun, ada beberapa kelompok yang berisiko tinggi tertular TBC, yaitu Orang yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh, petugas medis yang sering merawat penderita TBC, serta orang lanjut usia (lansia) dan anak-anak.
Selain itu, TBC rentan menulari dan menginfeksi pengguna NAPZA, penderita penyakit ginjal stadium lanjut, orang yang mengalami kekurangan gizi, penderita kecanduan alcohol, perokok, serta orang dengan kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita HIV/AIDS, kanker, diabetes, orang yang menjalani transplantasi organ, dan lain sebagainya.
Gejala Umum TBC Wajib Diwaspadai
Pada penderita TBC aktif, gejala yang muncul dapat berupa batuk yang berlangsung lama mulai dari 3 minggu atau lebih. Batuk biasanya disertai dengan dahak atau batuk darah.
Selain itu, akan muncul nyeri dada saat bernapas atau batuk dan berkeringat di malam hari. Gejala itu disertai hilang nafsu makan, penurunan berat badan, demam dan menggigil, serta kelelahan.
Sementara itu, gejala TBC pada anak cenderung lebih sulit dikenali. Hal ini karena gejalanya tidak khas sehingga sering dianggap sebagai gejala penyakit lain.
Salah satu gejala yang mungkin ditemukan pada penderita TBC anak, yakni batuk persisten selama lebih dari 2 minggu disertai berat badan menurun dalam 2 bulan atau gagal tumbuh.
Gejala lain berupa pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati), demam terus-menerus selama lebih dari 2 minggu, anak tampak lemas (malaise) dan kurang aktif, serta gejala tidak membaik meski telah diberikan antibiotik dan nutrisi.
Eliminasi Penularan TBC
Presiden Republik Indonesia mengeluarkan PERPRES NO. 67 tahun 2021 tentang penanggulangan Tuberkulosis untuk mengeliminasi TBC pada tahun 2030. Maka, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Kesehatan mendukung program “Free TBC at Workplaces” sebagai wujud komitmen Otsuka.
“Untuk mengurangi kasus TBC di Indonesia dibutuhkan peran aktif dari semua pihak, baik masyarakat umum maupun pihak swasta. Sejalan dengan tujuan kami untuk Indonesia Bebas TBC pada 2030, program “Free TBC at Workplaces” akan sangat membantu Pemerintah dalam mengurangi kasus TBC di tempat kerja. Selain itu, dengan diluncurkannya aplikasi ‘Sembuh TB’ sebagai aplikasi pendamping bagi para penderita TBC akan lebih memaksimalkan proses penyembuhan," ungkap Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah.
“Free TBC at Workplaces” merupakan program yang bertujuan untuk menanggulangi TBC di tempat kerja dan memberikan pendampingan bagi mereka yang ditemukan positif TBC. Program ini diluncurkan pada puncak perayaan bulan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Nasional yang dilaksanakan pada 12 Januari 2023 di pabrik Otsuka yang berada di Sukabumi dan dihadiri oleh Menteri Ketenagakerjaan RI.
"Penderita TBC di Indonesia didominasi oleh usia produktif, sehingga tempat kerja bisa menjadi salah satu area penularan TBC. Walaupun penyakit ini memiliki risiko kematian, tetapi dapat disembuhkan dengan pengobatan secara rutin selama enam bulan. Deteksi awal serta konsistensi pada masa pengobatan masih menjadi hambatan untuk mengurangi kasus TBC, hal tersebut mendorong kami menghadirkan program Free TBC at Workplaces," ujar HRD and Corporate Communication Director Otsuka, Sudarmadi Widodo
Program “Free TBC at Workplaces” sudah berjalan sejak Juli 2022 lalu dan telah diikuti oleh 8 perusahaan. Saat ini terdapat 7.000 karyawan yang telah dilakukan tracing dan screening awal. Mereka yang terkonfirmasi positif TBC diberikan program pengobatan yang komprehensif. Selain itu, turut dirilis aplikasi “Sembuh TB” yang bertujuan untuk memaksimalkan pendampingan bagi para penderita TBC.
“Dengan adanya program “Free TBC at Workplaces” yang dimaksimalkan dengan peluncuran aplikasi “Sembuh TB” kami berharap dapat membantu mengurangi kasus TBC dan mengubah persepsi masyarakat terhadap TBC, sehingga penderita TBC yang telah pulih dapat hidup kembali normal tanpa adanya diskriminasi, serta terciptanya lingkungan kerja yang sehat dan terbebas dari TBC," tutup Sudarmadi Widodo.