Pakar: Wacana Pelabelan BPA Bikin Situasi Tidak Kondusif
- Pixabay.
VIVA Lifestyle – Menyikapi berbagai polemik terkait wacana pelabelan BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, mengatakan sangat mendukung terwujudnya situasi industri yang kondusif.
Tapi, pada kenyataannya industri pengguna kemasan polikarbonat merasa sangat dirugikan dan sejak awal menolak wacana kebijakan ini karena mengancam langsung kelanjutan usahanya. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Pada awal saat wacana pelabelan BPA ini beredar, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) langsung menyatakan keberatan kepada kebijakan pelabelan BPA terhadap kemasan berbahan polikarbonat tersebut. Aspadin beralasan wacana ini jelas sangat merugikan industri AMDK berbahan polikarbonat.
Salah satu pengusaha di industri AMDK berbahan polikarbonat yang juga Ketua DPD Aspadin Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten (JDB), Evan Agustianto, yang pada awal wacana ini dihembuskan menyampaikan, penggiringan kepada pelabelan BPA ini membuat situasi industri AMDK menjadi tidak kondusif. Karenanya, saat itu dia meminta agar BPOM bersikap adil dalam membuat kebijakan yang terkait dengan pelabelan BPA yang hanya ditargetkan untuk galon berbahan polikarbonat.
“Wacana pelabelan BPA ini dulu tidak pernah muncul dari BPOM karena memang sudah ada peraturan yang mengatur persyaratan migrasinya. Tapi, kenapa setelah salah satu produksi merek nasional yang menggunakan galon sekali pakai PET, muncul isu ini jadi ramai. Ada apa ini?” ujar Evan dalam keterangannya, Senin 19 Desember 2022.
Kalaupun misalnya mau tetap membuat kebijakan pelabelan pada kemasan, dia menyarankan agar itu jangan diberlakukan untuk galon guna ulang PC saja, melainkan untuk galon sekali pakai atau PET juga.
"Karena, semuanya juga mengandung zat berbahaya,” ucapnya.
Seperti diketahui, galon sekali pakai PET mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glikol sedangkan galon PC mengandung BPA. Hal yang sama juga disampaikan Pembina DPD Aspadin Jawa Tengah yang juga pengusaha AMDK berbahan polikarbonat, Willy Bintoro Chandra. Dia juga mempertanyakan pihak pendukung rencana peraturan BPOM yang terkesan tidak mendengar pendapat para pakar kimia dan praktisi kesehatan.
"Yang lebih kredibel memberikan masukannya kan seharusnya ahli-ahli kimia dan dokter yang memang mereka tahu soal BPA ataupun kemasan pangan ini. Bukan LSM-LSM yang sama sekali tidak memiliki ilmu tentang kemasan pangan atau kimia,” tandasnya.
Karena sikap yang ditunjukkan pihak pendukung rencana revisi peraturan BPOM inilah, menurut Willy, ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya untuk persaingan usaha yang tidak sehat.
Tapi, kata Willy, pihak pendukung rencana revisi peraturan BPOM itu tentu sangat senang dengan situasi di mana ada sejumlah pihak yang mendukung regulasi pelabelan BPA itu, sekalipun pihak tersebut sebenarnya mengetahui bahwa dukungan itu hanya datang dari masyarakat awam yang digunakan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan usahanya.
“Itu artinya pihak pendorong rencana pelabelan ini tidak tahu soal perdagangan. Seharusnya mereka tahu bahwa orang dagang itu sudah berusaha dan berinvestasi besar. Jadi, pernyataan terkait soal pelabelan BPA ini sangat berdampak negatif terhadap perdagangan di tanah air,” ucapnya.