Diskriminasi ODGJ dengan Dipasung Membahayakan Kesehatan

Grace (7 tahun) merawat ayahnya yang dipasung. Ayah Grace, Ediburga Nalon, berstatus Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Terpaksa dipasung sejak 8 tahun lalu.
Sumber :
  • VIVAnews / Jo Kenaru

VIVA Lifestyle – Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) masih kerap mendapat stigma yang miring di masyarakat yang berdampak pada keterbatasan dalam menanganinya secara tepat. Tak heran, masih banyak masyarakat yang mengaplikasikan pemasungan terhadap ODGJ lantaran dinilai satu-satunya cara mengatasi hal tersebut, alih-alih konsultasi dengan tenaga medis.

Polisi Bantah Remaja di Lebak Bulus Pembunuh Ayah dan Nenek Alami Gangguan Jiwa

Kepala Divisi Psikiatri Forensik Dept.Psikiatri FKUI-RSCM Dr. dr. Natalia Widiasih, SpKJ(K), MPd.Ked, mengatakan bahwa tindakan ODGJ sangat rentan dengan hal-hal berbau kriminal. Kendati begitu, masyarakat tak lantas mengatasi dengan tepat dan masih menstigmatisasi ODGJ.

ODGJ yang dipasung.

Photo :
  • VIVA/ Bimo Aria
Tragedi Ayah-Nenek Dibunuh di Lebak Bulus: Apa Pemicu Aksi Brutal Remaja Ini?

“ODGJ masih rentan mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi hak-haknya saat berhadapan dengan hukum karena masyarakat dan penegak hukum belum sepenuhnya mengenal ragam manifestasi masalah kesehatan jiwa, apalagi banyak ODGJ yang belum mendapatkan layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan," kata Natalia dalam webinar, Kamis 8 Desember 2022.

Data dari berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 5 orang yang menjalani proses hukum sebenarnya mengalami masalah kesehatan jiwa. Kondisi ini yang berpotensi menghambat pemenuhan hak-hak mereka untuk berpartisipasi penuh dan mendapatkan keadilan, serta kerap dihambat melalui pemasungan.

ODGJ Berjilbab Bawa Pisau Gegerkan Gereja di Surabaya, Ini Fakta-faktanya

"Secara kesehatan (pemasungan) berdampak karena yang dipasung tidak bebas, kaki atrofi dan tidak terstimulasi," tambah Natalia.

Ilustrasi pasien gangguan jiwa.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Jojon

Natalia menegaskan bahwa sebenarnya pemasungan sudah tak diperbolehkan dengan hadirnya gerakan bebas pasung. Akan tetapi, minimnya edukasi pada keluarga serta sulit akses ke layanan kesehatan jiwa membuat ODGJ akhirnya kembali dipasung.

Masalah kesehatan jiwa yang ditemukan pun sangat beragam, dari gangguan yang menyebabkan seseorang kesulitan membedakan kenyataan dan khayalan, gangguan suasana perasaan yang menetap seperti depresi, gangguan mengatur perilaku seperti yang dialami orang dalam kondisi mania dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH), hingga perbedaan dalam cara menerima dan merespons informasi, seperti spektrum autisme dan disabilitas intelektual.

Namun sayang, berbagai gangguan kejiwaan itu sulit dikenali secara kasat mata. Bahkan meski terlihat pun, banyak yang memilih untuk membiarkan tanpa mengatasi ke tenaga profesional tepat.

“Tidak semua gangguan jiwa dapat dideteksi dengan mudah karena sebenarnya hanya sedikit sekali gangguan jiwa yang memenuhi stereotipe di mata awam, seperti yang berbicara sendiri, berhalusinasi, atau berperilaku kacau. Sebaliknya, mayoritas akan terlihat seperti orang biasa tanpa ada perubahan yang mencolok bila hanya dilihat sekilas, seperti pada gangguan depresi dan kecemasan yaitu dua gangguan jiwa yang paling lazim ditemukan di masyarakat," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya