Waspada, Segera Bawa ke RS Jika Anak Alami Diare Seperti Ini
- The Sun
VIVA Lifestyle – Diare merupakan salah satu jenis penyakit yang rentan mengintai anak dan berakibat fatal. Terlebih, diare sebenarnya dapat dicegah namun kerap diabaikan lantaran tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat serta sering jajan sembarangan tanpa melihat kebersihan jajanan tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa anak balita sangat rentan diintai diare yang memicu kematian. Pencegahan yang digadangkan pemerintah yakni melalui vaksinasi, namun sebanyak 1,7 juta bayi terhambat mendapatkan vaksinasi lantaran pandemi COVID-19. Maka dari itu, pihaknya meminta tenaga kesehatan untuk bisa memperluas jangkauan imunisasi. Scroll untuk informasi selengkapnya.
"Rotavirus dan PCV di anak 5 tahun karena kematian anak terbesar dari pneumonia dan infeksi diare. Kedua penyebab kematian terbesar ini sudah ada vaksinnya yaitu anti pneumonia dan anti diare," tegasnya, dalam keterangan pers beberapa waktu lalu.
Diare adalah kondisi perubahan frekuensi buang air besar (BAB) yang disertai perubahan konsistensinya, yakni BAB menjadi lebih lembek atau cair dan frekuensinya meningkat. Meski rentan mengintai anak, kondisi diare sebenarnya dapat dialami siapa saja.
“Bisa dikatakan hampir semua orang pernah mengalami diare, karena memang dari penyebabnya pun bisa karena infeksi atau tidak cocok dengan makanan. Jadi memang akan mudah dialami oleh semua orang,” ujar Medical Officer PT Kalbe Farma Tbk, dr. Kristia Avi Ardiani.
Ada dua tipe diare. Pertama, diare akut, yakni terjadi kurang dari dua minggu, yang biasanya disebabkan oleh makanan terkontaminasi atau infeksi virus, bakteri, atau parasit.
“Diare juga bisa disebabkan karena penularan infeksi melalui fekal oral. Misalnya, saya diare dan ke kamar mandi tapi saya cuci tangannya tidak bersih, lalu saya pegang gagang pintu, nah ketika orang lain pegang gagang pintu itu lalu gigit jari, maka orang itu bisa terkena diare,” tambahnya.
Penyebab lainnya, perubahan pola asupan, yakni sistem pencernaan belum terbiasa dengan asupan yang baru dikonsumsi, misalnya diare karena pertama kali minum susu. Pada kondisi ini, diare bisa sembuh dengan sendirinya. Namun jika disebabkan infeksi, butuh penanganan.
Kedua, diare kronis, yakni terjadi selama lebih dari dua minggu. Penyebabnya, malabsorbsi atau gangguan penyerapan, misalnya orang-orang yang memiliki intoleransi gluten, laktosa, fruktosa. Bisa juga karena penyakit yang terdapat peradangan di saluran cerna, seperti IBD (Inflammatory Bowel Disease) atau IBS (Irritable Bowel Syndrome).
“Maka, harus ada manajemen lifestyle dan makanan yang dikonsumsi. Gangguan saluran cerna yang terjadi secara kronik pun memerlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Diare pun bergantung pada daya tahan tubuh,” jelas dr. Avi.
Diare perlu diwaspadai ketika berlangsung lebih dari tiga hari, dan sudah dibantu dengan oralit tapi gejalanya tidak membaik atau semakin parah. Apalagi jika ada tambahan gejala lain, seperti demam, mual, muntah, sakit perut, perut terasa keram, tiba-tiba BAB-nya ada lendir atau darah, maupun berkali-kali BAB. Kondisi tersebut memungkinkan diare disebabkan infeksi.
“Kalau diare, yang perlu kita waspadai adalah jangan sampai terjadi dehidrasi, karena saat diare banyak cairan tubuh yang hilang, karena keluar terus lewat feses. Cairan tubuh juga hilang beserta elektrolit-elektrolit yang memang untuk tubuh. Jadi caranya, minum air yang cukup, air putih atau ditambah cairan oralit yang mengandung garam dan gula,” papar dr. Avi.
Pencegahan diare paling utama tentu dari pola hidup bersih dan sehat agar mencegah masuknya kuman berbahaya ke mulut dan memicu diare. Batasi pula jenis makanan atau minuman yang memicu perut nyeri hingga diare, di mana jenisnya bisa berbeda-beda tiap orang.
“Supaya tidak diare, kita harus bisa memilih makanan, cara penyajiannya bersih atau tidak, cara meng-handle-nya cuci tangan dulu atau tidak. Kalau tidak bersih, risikonya lebih tinggi untuk terkontaminasi dan akan menyebabkan diare. Lalu, dibatasi atau menghindari makanan yang memang mencetuskan diare, karena kan memang orang satu dengan yang lain berbeda pencetusnya,” tutup dr. Avi.