BSN Sebut AMDK Galon Sudah Terapkan SNI Secara Konsisten

galon air
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Lifestyle – Badan Standardisasi Nasional (BSN) menegaskan salah satu industri yang telah menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib secara konsisten adalah AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) termasuk AMDK galon. Dari hampir 12.000 SNI yang telah dikeluarkan BSN, 301 di antaranya merupakan SNI wajib. 

Migrasi BPA di Galon Guna Ulang Sangat Kecil, BRIN: Kalau Cuma Terjemur Sinar Matahari Masih Aman

"Wajib artinya, semua yang beredar, semua yang diproduksi, harus memenuhi SNI,” ujar Kepala BSN, Kukuh S. Achmad dalam pembukaan Musyawarah Nasional X Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) di Jakarta baru-baru ini. Scroll untuk info selengkapnya.

"Dengan SNI AMDK diwajibkan, itu adalah bukti bahwa industri air minum dalam kemasan telah mengutamakan perlindungan kepada konsumen dalam aspek kesehatan," sambungnya.

Mengintip Proses Pembuatan Air Minum, dari Mata Air Sampai ke Tangan Masyarakat

Kukuh pun menyatakan, pemerintah selalu berupaya untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri. 

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay
Bahaya BPA Ditegaskan Bukan soal Bisnis, Tapi Ancam Kesehatan Konsumen

"Sudah seharusnya pemerintah melindungi pelaku usaha dalam negeri. Pemerintah selalu berupaya menumbuhkan ekosistem yang sehat untuk industri dalam negeri. Pemerintah harus memfasilitasi dunia usaha, untuk melindungi masyarakat," pungkasnya.

Dalam menyusun SNI AMDK termasuk galon guna ulang yang memiliki izin edar, salah satu yang menjadi referensinya adalah standar codex alimentarius commissionber (CAC). Dengan demikian, semua parameter yang terkait dengan kualitas, mutu, dan keamanan AMDK sudah disusun sesuai dengan syarat-syarat agar kesehatan bisa diwujudkan. 

CAC adalah organisasi yang dibentuk bersama oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang bertugas membuat dan melaksanakan program standar pangan gabungan FAO atau WHO serta mengembangkan kumpulan standar yang disebut Codex Alimentarius.

BSN sendiri telah menetapkan 4 SNI terkait AMDK, yaitu 3553:2015 tentang air mineral, 6241:2015 tentang air demineral, 6242:2015 tentang air mineral alami dan 7812:2021 tentang air minum embun. 

"Saat ini, SNI air mineral alami dan demineral sedang dalam tahap revisi melalui Program Nasional Perumusan Standar (PNPS). Adapun SNI air mineral, sedang diajukan dalam PNPS 2023 untuk direvisi," kata dia.

Ilustrasi minum air/air putih.

Photo :
  • Pexels/Karolina Gabrowska

Di tempat yang sama, Atong Soekirman, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Bidang Perekonomian menyayangkan adanya upaya yang mendiskreditkan AMDK galon guna ulang dengan menghembuskan isu bahwa produk ini tidak higienis karena kemasannya yang mengandung Bisphenol A (BPA).

"Ini jelas akan menimbulkan image negatif terhadap AMDK yang dikemas dalam kemasan yang mengandung BPA yang dapat berdampak pada iklim usaha," tuturnya.

Di kesempatan berbeda, Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Heru Suseno, juga pernah mengatakan untuk mendapatkan sertifikat SNI di AMDK itu tidaklah mudah. Industri AMDK harus melewati proses audit dari lembaga sertifikasi produk yang terdiri dari audit sistem manajemen dengan pengujian produk.  

Pengujian produk dilakukan dengan metode sampling. Misalnya, ketika perusahaan mengajukan sertifikasi ke lembaga SNI maka pabriknya akan didatangi oleh auditor dengan petugas pengambil sampel. Mereka datang beberapa hari tergantung luas pabriknya, mengambil sampel kemudian diuji di lab. 

"Nah, kalau hasilnya baik, maka produknya akan ter-SNI, dan itu artinya produknya itu sudah aman untuk digunakan,” tukasnya. 

Evita Mantovani, Asdep Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Bidang Perekonomian, mengatakan ada tiga solusi alternatif yang bisa dilakukan sebagai solusi keributan yang disebabkan keluarnya wacana BPOM untuk melabeli 'berpotensi BPA' kepada galon guna ulang. Pertama, agar disusun sebuah pedoman teknis penggunaan kemasan mengandung BPA yang benar dan meningkatkan edukasinya ke masyarakat. 

Ilustrasi BPA.

Photo :
  • Pixabay.

"Artinya, perbaiki saja SOP teknisnya seperti bagaimana cara mengangkut, menyimpan agar jangan sampai terpapar panas matahari, berapa lama waktu penyimpanan. Jadi, yang lebih ditingkatkan itu pedoman teknis dan literasi edukasi ke masyarakatnya," pungkasnya.

Solusi kedua adalah parameter BPA itu dimasukkan saja dalam syarat mutu SNI AMDK yang berlaku wajib. Menurut Evita, ini masih dalam tahap diskusi. 

"Kalau sekarang ini kan mengenai kewenangan, BPOM itu terkait dengan pangan dan SNI itu letaknya di Kementerian Perindustrian. Tapi, bukan hal yang tidak mungkin untuk bisa disatukan atau disinergikan nantinya," imbuhnya.

Kemudian yang ketiga, semua AMDK yang berbahan polikarbonat maupun non polikarbonat yang memenuhi ketentuan migrasi BPA dan limit of detection dapat memasang label bahwa AMDK  tersebut aman dikonsumsi. 

"Artinya, kalau mau, ya dua-duanya (bahan polikarbonat dan non polikarbonat) dilabelkan dengan sebuah pelabelan yang tidak menggiring menjadi tekanan psikologis dari konsumen, tapi memang keduanya ini memang membangun posisi aman yang dikonsumsi," ucap Evita.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya