Soal Obat Sirup Berbahaya, Pakar Minta BPOM Mengaku Salah

Kepala BPOM RI, Penny K Lukito
Sumber :
  • Dokumentasi Dexa

VIVA Lifestyle – Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI untuk bertanggung jawab dan tidak buang badan terkait pengawasan dan temuan obat-obatan yang tercemar bahan kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Bahaya BPA Ditegaskan Bukan soal Bisnis, Tapi Ancam Kesehatan Konsumen

Menurut Masdalina Pane, adalah sebuah keanehan dan kejanggalan ketika tiba-tiba BPOM telah memberikan NIE (Nomor Ijin Edar) untuk obat-obatan, namun setelahnya akan memperkarakan dan mempidanakan perusahaan farmasi yang dianggap telah melanggar ketentuan BPOM. Scroll untuk informasi selengkapnya.

"Temuan ini membuktikan bahwa fungsi pengawasan BPOM tidak jalan. Jadi selama ini apa yang dikerjakan? perizinan saja? Kan, mereka sudah mengantongi izin edar. Jadi jangan sampai membuat kebijakan yang menembak diri sendiri sebenarnya," kata Masdalina, beberapa waktu yang lalu.

Dokter Tirta Bedah Soal Bahaya BPA dalam Galon, Hoax atau Nyata?

Lebih lanjut Masdalina menjelaskan bahwa lebih baik BPOM secara terbuka mengumumkan ke masyarakat jika sudah lalai dalam pengawasan dan tidak seharusnya langsung mempidanakan perusahaan farmasi atas kasus ini.

Konferensi pers BPOM terkait obat sirup yang mengandung EG dan DEG

Photo :
  • VIVA/Yandi Deslatama (Serang)
Terkait Anggur Muscat Shine di Jakarta, BPOM: Tidak Terdeteksi Residu Chlorpyrifos

"Kalau menurut saya jauh lebih bijak kalau mengakui saja, bahwa oke kami [BPOM] akan meningkatkan pengawasan, kami lalai pada bagian ini, kan tidak masalah. Dibandingkan tembak sana-sini menyalahkan yang lain," ujarnya.

Sebelumnya saat konferensi pers pada hari Kamis 17 November 2022 di Jakarta, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengelak saat menjelaskan bahwa BPOM disebut lalai dan kecolongan dalam pengawasan obat-obatan, terutama pada obat sirup anak yang tercemar kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menyebabkan kematian.

"Kami menyatakan bahwa BPOM tidak kecolongan dikaitkan dengan aspek kejahatan. Ini adalah aspek kejahatan obat. Sistem pengawasan yang telah dilakukan Badan POM sudah sesuai ketentuan," sanggah Penny.

Penny Lukito mengatakan, munculnya masalah pencemaran obat sirup dengan kandungan EG dan DEG karena adanya celah dari hulu ke hilir. Dia juga mengatakan, celah tersebut merupakan sebuah kesenjangan karena BPOM tidak terlibat dalam pengawasan.

“Bahwa sebelum kejadian ini, tidak ada ketentuan batas cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam produk obat jadi pada standar farmakope Indonesia maupun internasional. Sehingga tidak ada payung hukum BPOM untuk melakukan pengawasan,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya