Obat Diabetes Disebut Picu Masalah Ginjal, Cuma Mitos
- Eat This
VIVA Lifestyle – Di Indonesia, jumlah orang dengan diabetes terus meningkat dari 10,7 juta pada 2019 menjadi 19,5 juta pada tahun 2021 naik dari peringkat tujuh ke peringkat lima untuk jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya dengan mitos yang kerap beredar di masyarakat mengenai obat-obatan diabetes yang dianggap memicu masalah ginjal.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukan tiga daerah tertinggi angka prevalensi Diabetes Melitus adalah di DKI Jakarta (3,4%), Kalimantan Timur (3,1%), dan D.I. Yogyakarta (3,1%). Selain itu, angka prevalensi diabetes pada perempuan meningkat pada 2018 dari 1,70 persen menjadi 1,78 persen. Bukan hanya itu, data juga menunjukan bahwa angka prevalensi di pedesaan meningkat dari 1 persen menjadi 1,01 persen di tahun 2018. Scroll untuk simak artikel selengkapnya.
"Diabetes itu penyakit kronis. Tidak bisa sembuh namun bia dikontrol baik bahkan tanpa obat bila kita melakukan perubahan gaya hidup. Penyebabnya 90 persen karena gaya hidup kurang sehat, kurang olahraga. Ada juga faktor lain misal lingkungan," kata dokter spesialis penyakit dalam, Dr. dr. Fatimah Eliana Taufik, Sp.PD, K-EMD, FINASIM, dalam acara World Diabetes Day 2022 bersama Diabetasol, Kamis 10 November 2022.
Gula darah terkontrol adalah kunci bagi diabetesi agar tetap dapat beraktivitas lancar. juga menyebutkan meskipun gula darah sudah terkontrol, bukan berarti diabetesi sudah terhindar dari diabetes dan komplikasinya.
“Diabetes itu tidak bisa disembuhkan tapi dicegah dan jika sudah terdiagnosis harus dijaga supaya tidak memburuk ataupun terjadi komplikasi. Maka mengontrol dan menjaga gula darah tetap normal adalah hal wajib bagi seluruh diabetesi, selain memperhatikan juga gaya hidup. Pahami gejalanya supaya bisa terdiagnosis sejak awal,” ujar dokter Fatimah.
Selain itu, pencegahan komplikasi sejak dini dilakukan melalui terapi obat-obatan yang tepat. Menurutnya, terapi obat ini diberikan ketika diabetisi sudah tak mampu memodifikasi faktor risiko yang ada.
"Mengenai obat-obatan, ada beberapa fase tetap konsumsi obat karena faktor usia, kerusakan sel beta pankreas. Ada juga pasien nggak berobat tapi cukup ubah gaya hidup, biasanya usia muda," bebernya.
Pada kelompok tertentu, terapi obat tak boleh lepas. Sayangnya, banyak yang enggan mengonsumsi obat karena anggapan dapat memicu penyakit lain, khususnya gangguan pada ginjal. Nyatanya, hal itu hanya mitos dan dokter tetap menganjurkan konsumsi obat sesuai arahan dokter.
"Ada yang nggak mau makan obat takut kena ginjal, padahal nggak tahu pasien ini bukan gara-gara obat ginjal terganggu, tapi tekanan darah tak terkontrol, gula darah tinggi tak terkontrol kena ke ginjal. Bukan karena obat tapi karena penyakit yang tidak bisa dikelola dengan baik," tandasnya.