Tolak RUU Kesehatan, PPNI: Kami Akan Mogok Secara Nasional
- www.pixabay.com/jennycepeda
VIVA Lifestyle – Rencana penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law) mendatangkan berbagai pro dan kontra dari beberapa pihak. Penolakan terhadap penghapusan UU Profesi dari wilayah Indonesia Timur telah diajukan oleh lima perwakilan Organisasi Profesi Medis dan Kesehatan wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Lima perwakilan tersebut terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Scroll untuk informasi selengkapnya.
Mereka menyampaikan bahwa ada banyak kondisi kesehatan di NTB yang umumnya dialami oleh wilayah Indonesia Timur yang lebih membutuhkan perhatian segera oleh pemerintah pusat ketimbang RUU kesehatan ini. Selama puluhan tahun koordinasi antara OP dan pemerintah kesehatan setempat berjalan sangat harmonis dan saling bersinergi untuk mengatasi minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap kondisi tersebut.
“Kami mendukung perbaikan sistem kesehatan yang terdapat dalam RUU tersebut, terutama dalam hal pemerataan dokter spesialis untuk daerah-daerah. Saat ini hanya sekitar 14 persen dokter yang dapat diserap pemerintah. Namun sayangnya sektor kesehatan swasta belum dikembangkan sepenuhnya,” tegas Dr. dr Rohadi, SpBS(K), Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Sabtu 5 November 2022.
“Meski demikian, kewenangan UU Profesi tidak bisa dihilangkan, karena hal ini sudah berjalan dengan baik dan tertib. Penghilangan UU Profesi ini tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, namun terutama pada masyarakat, karena dalam hal ini masyarakat lah yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut,” sambungnya.
Kelima organisasi profesi medis kesehatan tersebut sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi NTB, H. Muhir, S,Kep, Ners dan Ketua Ikatan Bidan Indonesia Provinsi NTB Ni Wayan Mujuningsih, S.St., S.Sos mengatakan bahwa hal-hal lain yang perlu dijadikan perhatian, tenaga kesehatan juga merupakan warga negara yang memiliki hak-hak konstitusi yang sama, di antara hak-haknya adalah mendapat perlindungan hukum, perlindungan diri, harkat dan martabat, serta berhak memperoleh pekerjaan dan kesejahteraan diri dan keluarganya.
Biaya pendidikan yang tinggi menyebabkan tidak semua siswa berpotensi sanggup melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran. Pajak alat kesehatan yang tinggi menyebabkan pemerataan dan penguasaannya membutuhkan biaya tinggi. Selain itu remunerasi yang berkeadilan bagi tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan) agar lebih banyak yang mengabdi.
Muhir mengaku tetap mendukung adanya Omnibus Law tetapi ia meminta agar UU Profesi tidak dilibatkan di dalam pembahasan tersebut atau bahkan dihilangkan. Penolakan yang telah diajukan ini diharapkan bisa di dengar oleh pemerintah, jika tidak, ia mengancam akan melakukan mogok massa secara nasional.
"Apabila aspirasi kami ini tidak didengar, maka kami akan mogok secara nasional. Apa metode mogoknya? Kami menunggu instruksi dari pusat," ujar Muhir.
Kemudian, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah NTB, drg. Bagio Ariyogo Murdjani menambahkan, UU Profesi tidak boleh dihilangkan dan harus diatur dan dilindungi oleh undang-undang tersendiri. Karena profesi dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, bidan ini menyangkut hak pasien, banyak risiko, berkaitan dengan penerapan teknologi dan menyangkut kepastian hukum, keadilan, dan keselamatan pasien.
UU di bidang kesehatan yang ada saat ini boleh dikatakan sudah berjalan dengan selaras seperti UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38/2014 tentang Keperawatan, UU No 4/2019 tentang Kebidanan, dan RUU tentang Kefarmasian. Sebab semua UU tersebut merujuk kepada UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU No 36/2009 tentang Kesehatan (hasil revisi dari UU No 23/1992), dan semuanya dibuat oleh institusi yang sama, yakni DPR dan Pemerintah.
Selain itu, semua UU tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi serta tenaga medis lainnya, memberikan kepastian hukum kepada dokter dan dokter gigi dan tenaga medis kesehatan lainnya seperti bidan, perawat, dan apoteker, dan terutama perlindungan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pernyataan Organisasi Profesi Medis dan Kesehatan Nasional yang digaungkan beberapa pekan lalu, Kelima OP Kesehatan di NTB ini juga menyatakan siap mendukung perbaikan Sistem Kesehatan Nasional melalui UU Sistem Kesehatan Nasional, namun tidak dengan menghilangkan UU Profesi yang sudah ada.