Menkes Tegaskan EG dan DEG Picu Gangguan Ginjal Akut, Begini Reaksinya Hingga Sebabkan Kematian
- freepik/lifeforstock
VIVA Lifestyle – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang menimpa anak-anak di Indonesia belakangan ini, akibat mengonsumsi obat-obatan yang mengandung zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Menkes mengatakan, hal ini berdasarkan analisis toksikologi pasien, obat-obatan yang dikonsumsi pasien, dan rekomendasi WHO. Dia menambahkan, besar kemungkinan pasien terpapar senyawa kimia berbahaya dari obat yang mereka minum.
"Faktor terbesar pemicu peningkatan kasus gangguan ginjal akut ini adalah senyawa kimia masuk ke dalam tubuh anak,” kata Menkes Budi rapat bersama Komisi IX DPR, BPOM, IDAI dan GP Farmasi di DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 November 2022.
Budi juga menjelaskan, kesimpulan dugaan zat kimia berbahaya penyebab GGAPA pun diperkuat dari hasil pemeriksaan biopsi terhadap 3 pasien di RSCM. Hasil ditemukan terdapat kandungan EG. Bahkan, kata dia, tubuh pasien juga ditemukan ada kandungan kristal calcium oxalate atau pembentukan batu ginjal dalam ginjal pasien.
Lebih lanjut Budi menjelaskan, ketiga golongan alkohol EG dan DEG masuk ke dalam tubuh anak, melalui metabolisme oleh tubuh dengan alkohol dehidrogenase dan diubah menjadi asam oksalat. Asam oksalat lalu masuk ke ginjal. Di dalam ginjal asam oksalat akan berubah menjadi kalsium oksalat atau kristal-kristal tajam yang merusak ginjal anak.
"Dari hasil biopsi anak-anak ditemukan kristal kalsium oksalat, hasil metabolisme alkohol dehidrogenasi. Penyebab kematian karena adanya kristal pada ginjal yang tajam dan merusak ginjal," tambah Budi.
Selain dari penguatan hasil biopsi, pihaknya juga mendatangi rumah pasien GGAPA dan ditemukan obat sirop yang dikonsumsi oleh pasien. Dari penelusuran Kemenkes ke rumah 325 pasien, ungkap Budi, ditemukan 232 jenis obat-obatan. Kemenkes pun sudah menyampaikan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut Budi, dugaan penyebab zat senyawa kimia ini, terbukti ketika pemerintah menghentikan penggunaan obat sirop atau zat cair pada pasien serta pemberian obat antidotum atau penawar merek fomepizole mendapat respons sangat baik.
"Kami mengambil kesimpulan bahwa risiko paling besar dari anak-anak kita yang sakit dan meninggal adalah karena senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh anak-anak ini," ujarnya.
Sejauh ini, terang Budi, obat antidotumnya fomepizole yang sudah didatangkan ada 246 vial dan 70 vial masih negosiasi. Sedangkan obat fomepizole yang sudah didatangkan berasal dari Singapura sebanyak 30 vial, 16 dari Australia, 200 vial dari Jepang. Sementara dari Amerika sebanyak 70 vial belum tiba di Indonesia. Dengan begitu, total Fomepizole sebanyak 316 vial.
Budi mengaim bahwa obat tersebut sudah didistribusikan ke 17 rumah sakit. Dan, setelah mendapat obat tersebut, kata Budi, 90 persen pasien sembuh.