Gejala Ini Muncul di Malam Hari, Awas Bahaya TBC Mengintai

Ilustrasi batuk/COVID-19/virus corona/masker.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA Lifestyle – Ketua Tim Kerja TBC dan ISPA Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA, mengatakan bahwa kasus tuberculosis (TBC) di Indonesia masih mengintai di wilayah dengan jumlah penduduk yang padat. Bukan tanpa alasan, banyak masyarakat yang mengabaikan gejala TBC dan menganggapnya sebagai gejala normal yang dialami orang lain.

PPTI dan Medco Foundation Bersama Perangi TBC dengan Metode 'Jemput Bola'

Dokter Tiffany mengingatkan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara dengan penduduk kasus TBC terbanyak di dunia setelah India dan China di tahun 2021. Mirisnya, setahun berselang, Indonesia justru mengalami peningkatan kasus TBC yang membuatnya berada di peringkat kedua setelah India.

"Dengan estimasi kasus sebesar 969 ribu dan jumlah kematian sebesar 144 ribu kasus," ujarnya dalam The SDGs National Seminar Series: Sinergi Nasional dalam Katalisasi Pencapaian SDGs 2030 Menuju Indonesia Sehat, Berdaya, dan Lestari, Senin 31 Oktober 2022.

Kementerian Kesehatan Beri Penghargaan STBM, POSS, Bandara dan Pelabuhan Terbaik

dokpedia - Wajib Tahu! Inilah Gejala TBC Anak-Anak Maupun Dewasa.jpg

Photo :
  • U-Report

Secara umum di Indonesia, kasus TBC cenderung muncul lebih tinggi di wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk yang juga tinggi. Misalnya, pulau Jawa dengan kepadatan penduduk yang disertai lingkungan yang buruk membuat penularan pun lebih mudah.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

"Tingginya insiden TBC bersamaan dengan kepadatan penduduk. Semakin padat lingkungan kurang sehat, otomatis penularan lebih mudah terjadi," jelasnya.

TBC sendiri tak berbeda jauh dengan COVID-19 yang termasuk sebagai penyakit menular. Maka dari itu, kedua penyakit ini memiliki istilah serupa terkait kontak erat, di mana hal tersebut digunakan sebagai penelusuran sumber penyakit sehingga memutus mata rantai penularan.

"Kita kenal istilah kontak erat. Selama COVID-19 sudah mengenal istilah ini. Untuk TBC sudah lama kita harus temukan kontak erat. Diperiksa kontak eratnya untuk dipastikan dia sakit TBC. Kalau sakit TBC beri obat dan kalau tidak TBC  dia diberikan pencegahan," tambahnya.

Menurut Tiffany, dari kontak erat ini lah mempermudah diagnosa seseorang terhadap TBC. Di sisi lain, ada gejala khas yang sebenarnya bisa ditelisik oleh masyarakat, utamanya TBC Paru. Tentunya, gejala yang bisa dikenal dengan mudah adalah batuk namun disertai gejala penyerta lain yang dianjurkan segera ke rumah sakit untuk benar-benar memastikannya.

Ilustrasi penderita TBC.

Photo :
  • U-Report

"Paru tentu namanya saluran napas, gejala batuk. Ditambah gejala penyerta, ada yang kenalnya berkeringat malam, nggak ada aktivitas yang melelahkan tapi berkeringat, sumeng-sumeng. Nafsu makan menurun. Yang jelas, ada riwayat kontak, kadang susah tahunya. Penurunan berat badan juga. Nggak langsung demam tinggi tapi demamnya sumeng aja dan sebaiknya kalau sudah gejala berhari-hari, lebih dari seminggu atau 2 minggu, lapor ke faskes," imbaunya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya