Terungkap Ada Bahan Berbahaya, BPOM Tepis Ada Perubahan Bahan Baku Obat

Ilustrasi obat sirup/obat batuk.
Sumber :
  • Pexels/Cottonbro

VIVA Lifestyle – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menepis bahwa ada perubahan bahan baku yang dilaporkan dari tenuan obat yang dikonsumsi pasien gangguan ginjal akut di Indonesia. Inspektur Utama BPOM Elin Herlina menegaskan bahwa perusahaan farmasi bertanggungjawab melaporkan segala perubahan bahan baku dalam membuat obat.

DPR Minta BPOM Koordinasi dengan Badan Karantina Awasi Peredaran Anggur Muscat

Elin menjabarkan bahwa ketentuan BPOM menyebutkan agar obat yang diproduksi harus dilaporkan terlebih dahulu terkait bahan bakunya. Hingga kini, pihak BPOM mengklaim tak pernah ada laporan perubahan bahan baku dari perusahaan farmasi. Scroll untuk informasi selengkapnya.

"Dari ketentuannya bahwa setiap industri farmasi wajib melaporkan kepada BPOM setiap akan melakukan bahan baku jadi perubahan bahan baku diajukan terlebih dahulu," ujar Elin dalam konferensi pers Kementerian Kesehatan RI, baru-baru ini.

Ungkap Peredaran Obat Ilegal Asal Impor, Bea Cukai Yogyakarta Raih Penghargaan dari BPOM Yogyakarta

Elin juga membantah isu terkait kelangkaan pelarut polietilen glikol yang aman dipakai untuk bahan baku obat sirup. Dugaan kelangkaan tersebut akhirnya mengaitkan dengan senyawa kimia pengganti yang lebih murah dan mudah didapatkan, namun berbahaya yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Penny K Lukito.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Terpopuler: Steroid Bukan Hanya Bikin Badan Besar, Pastikan BPA di Air Kemasan Tak Berbahaya

"Seharusnya ada laporan kalau tentang perubahan bahan baku," kata Elin.

Dalam pemeriksaan pada 102 obat yang dikonsumsi pasien gangguan ginjal akut, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjabarkan bahwa senyawa kimia tersebut dikonfirmasi. Senyawa kimia itu saat dikonsumsi, kata Menkes, akan dimetabolisme oleh tubuh. Metabolisme itu mengubahnya menjadi asam oksalat yang menghasilkan kalsium oksalat sehingga berdampak fatal.

"Kalsium oksalat jadi kristal kecil tajam sehingga kalau ada di ginjal ya rusak ginjalnya. Sudah kita lihat 15 dari 17 balita (di RSCM) yang kena nih, ada senyawa kimia ini. Logikanya nanti tubuh menghasilkan kalsium oksalat maka kalsiumnya menjadi kristal tajam jadi ginjal pasti rusak," jelasnya.

Mirisnya, tim peneliti menemukan kesamaan teori tersebut dalam organ ginjal pasien-pasien yang sudah meninggal. Ditemukan, kata Menkes, ginjal balita yang mengalami gangguan ginjal akut, rusak dengan munculnya kalsium oksalat itu.

"Diperiksa biopsinya ternyata ginjal rusak karena kalsium oksalat tadi. Sekarang kita tahu meninggal karena ini," kata Menkes.

"(Penyebabnya) Sudah jauh lebih pasti dibanding sebelumnya. Karena terbukti di anak-anak ada, darah anak mengandung senyawa ini. Kedua, biopsi rusaknya ginjal konsisten akibat senyawa ini," tandas Menkes.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya