Trauma Masa Kecil dan Korban Bullying Bikin Toxic People
- theladders
VIVA Lifestyle – Akhir-akhir ini, istilah toxic people mungkin sudah tidak asing lagi. Istilah ini diungkapkan untuk orang yang beracun atau memberikan dampak buruk terhadap orang lain, terutama terhadap psikis.
Namun sebelum berbicara lebih lanjut tentang toxic person ada baiknya kita mengetahui seperti apa sosok toxic person itu sendiri. Dan apa yang menyebabkan orang bisa menjadi toxic person. Scroll untuk simak selengkapnya ya.
Berikut ini penjelasan dari Spesialis Kejiwaan, Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ, dalam program Hidup Sehat, TvOne, Jumat 21 Oktober 2022. Diungkap Nova, toxic person itu adalah seorang yang perilakunya bisa membuat kita merasa tidak nyaman, kesal merasa mempertanyakan harga diri kita mempertanyakan nilai diri kita.
Di sisi lain, diungkap oleh Nova bahwa toxic person itu bisa misalnya korban bullying atau pelaku bisa juga mereka yang terlalu kepo dengan urusan lain kemudian menceritakan ke orang banyak atau justru orang yang terlalu sering diabaikan bisa juga terjadi pada orang yang positif biasanya berupa nasihat toxic positivity. Sementara itu, penyebab dari toxic person ini terjadi ketika adanya hubungan di antara dua orang.
"Kita harus tau bahwa toxic ini dua orang saling terhubung dalam interaksi yang mana tidak ada kebutuhan kepedulian yang setara di antara keduanya, lebih kepada hubungan ini mengakomodir tuntutan individu yang merupakan toxic person," kata dia lebih lanjut.
Nova menjelaskan bahwa sering kali orang yang dikatakan toxic person itu sebenarnya punya stres atau trauma yang sebenarnya tidak bisa dia kelola.
"Dan bisa juga ada proses di masa lalu dimana masa perkembangan masa kanak awal mengalami distrubsi atau gangguan sehingga menyebabkan terbentuknya kepribadian yang toxic," kata dia.
Dijelaskan Nova lebih lanjut, distrubsi atau gangguan yang menyebabkan orang menjadi toxic itu di antaranya seperti karena orang tua berpisah, masa kecilnya proses caregiving-nya tidak ada kejelasan. Ada trauma masa kecil, penelantaran di masa kecil atau misalnya ada anak-anak yang tidak dididik atau diajarkan sama sekali tentang bagaimana cara dirinya meregulasi diri sendiri.
"Misalnya anak manja yang tidak pernah diajarkan untuk sabar, menghormati orang lain. Masalah-masalah yang tumbuh pada masa kanak awal tadi bisa menghambat perkembangan sosial di samping menghambat perkembangan psikologi padahal hal ini dibutuhkan seseorang sehingga dewasanya bisa menjadi seseorang yang emosinya stabil, bisa mempunyai batasan diri yang baik, punya empati terhadap orang lain, punya kemampuan meregulasi dirinya," kata Nova.