Berawal dari Kurang Gizi, Bisa Berujung Stunting yang Bikin Pusing!

Ilustrasi anak/balita.
Sumber :
  • Freepik/rawpixel.com

VIVA Lifestyle – Jika Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa ada kemungkinan dicabutnya status pandemi COVID-19 di Indonesia dalam waktu dekat. Tapi tidak dengan stunting yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi negeri ini. 

Polisi Cek Kondisi Anak 9 Tahun Usai Dianiaya dan Dipaksa Minum Miras oleh 4 Pria di Tangerang

Pemerintah sendiri menargetkan untuk menurunkan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024. Sementara menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka prevalensi stunting di tahun 2021 masih sebesar 24,4 persen. Hal itu berarti, Indonesia masih 'utang' 10,4 persen dan harus dirampungkan dalam 2 tahun ke depan. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Stunting sendiri diartikan sebagai perawakan pendek karena kurang gizi menahun atau mal nutrisi kronik yang mengakibatkan pertumbuhan terhambat. Hal itu mengakibatkan anak menjadi kerdil atau pendek. 

PBB: Kematian Anak Palestina akibat Dibunuh Tentara Israel di Tepi Barat Naik Tiga Kali Lipat

Tapi jangan salah, tidak semua anak yang memiliki perawakan pendek dikategorikan sebagai stunting lho. Lalu, bagaimana cara membedakan anak pendek karena stunting dengan yang bukan? 

Corporate Medical Affairs Danone Indonesia, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK.

Photo :
  • Dokumentasi AMSI.
Duh, Konsumsi Protein Masyarakat Indonesia Jauh di Bawah Negara ASEAN

Corporate Medical Affairs Danone Indonesia, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, menjelaskan, tidak semua orang pendek dan kerdil itu stunting, tapi stunting sudah pasti kerdil. 

"Cuma yang membuat stunting itu spesifik adalah karena kekurangan gizi yang bertahun-tahun, tidak dikoreksi, kenanya gak hanya fisik. Tapi yang paling kena dan sangat krusial itu larinya ke otak (kognitif)," ujarnya saat Workshop Cyber Media Forum Tingkatkan Edukasi Stunting, yang digelar AMSI dan Danone Indonesia secara virtual, Kamis 29 September 2022. 

"Jadi, karena fisiknya sudah tidak bisa mengakomodasi kelemahan atau kegagalan pertumbuhan, akhirnya otaknya kena dalam hal gangguan dan perkembangan kognitif. Jadi anak stunting udah pasti kerdil, perawakannya pendek karena kurang gizi menahun dan udah pasti bodoh," sambungnya.

Awal Mula Stunting
Lebih lanjut dokter Ray menjelaskan, sebelum stunting biasanya kebiasaan makan anak sudah tidak benar dan itu berlangsung selama bertahun-tahun. Si anak tidak mendapatkan asupan zat gizi makro, seperti sumber karbohidrat, protein dan lemak yang baik. 

Ilustrasi parenting/orangtua dan anak/anak makan.

Photo :
  • Freepik/freepik

"Kemudian karena udah gak dapet, ngambil cadangan otot yang ada di tubuh yang sebenernya kesimpen untuk dipake pertumbuhan fisik yang prima. Tapi karena dipake, gak dapet asupan dari luar dipake cadangannya, terus gak dapet lagi karena kronis, kemudian dia jadi lebih kecil. Karena gak dapet asupan dari luar, maka gejala atau tanda awal yang muncul itu adalah weight faltering atau underweight," kata dia. 

Setelah berat badan turun karena deposit di dalam tubuh terpakai, ditambah lagi tidak mendapatkan asupan yang baik dari luar, lama-kelamaan kondisi berubah menjadi akut karena kurang gizi dan akhirnya menjadi stunting. 

Menjalar ke Masalah Otak
"Nah, gizi kurang ini yang akhirnya jadi stunting. Karena deposit yang di seluruh tubuh udah habis terpakai, makanya yang jadi korban adalah otak. Otak itu organ yang sangat sensitif dia bertumbuh 80 persen otak kita sekarang. Itu sudah terbentuk di 2 tahun pertama. Dan 95 persen otak kita sekarang udah berhenti berkembang saat kita balita," tuturnya. 

"Jadi itu hebatnya, makanya kita sebut sebagai golden period. Kebayang gak? Kalau di 2 atau 5 tahun pertama, di mana otak butuh zat gizi komplet, di 2 tahun pertama yang harusnya otak udah selesai berkembang, itu udah gak dapet asupan gizi utamanya, karena depositnya udah dipake semuanya," tambah dr. Ray. 

Lebih jauh dokter Ray menganalogikan, untuk berkedip saja kita membutuhkan kalori dan dalam sehari kita bisa berkedip ribuan kali. Begitu pun dengan jantung yang juga berdetak ribuan kali dan butuh kalori juga. 

"Kebayang gak, kalo kalorinya gak dapet dari makan, tubuh ngambil dari mana? Deposit yang ada di otot. Nah, otot itu paling gampang diambil oleh metabolisme basal, bernapas, detak jantung, paru-paru, ekskresi ginjal, hati, otaknya jadi korban. Akhirnya dari luar gak cukup (nutrisi), deposit yang di dalam diambil oleh metabolisme basal, otaknya menyusut, otaknya gak berkembang, (terjadi) gangguan kognitif," bebernya. 

"Itu sesimpel karena tidak mendapatkan asupan yang baik. Sangat sederhana penyebabnya, bisa diidentifikasi, tapi kompleks. Sekarang kita ada pada situasi di mana sudah ada 7 juta anak Indonesia yang keburu jadi stunting," tegas Ray. 

Ilustrasi stunting

Photo :
  • Direktorat P2PTM Kemenkes

Penyebab Stunting
Tak hanya satu, Corporate Medical Affairs Danone Indonesia itu menjelaskan, penyebab stunting ternyata ada banyak. Menurutnya, ada tiga poin utama yang menjadi biang kerok dari masalah kesehatan ini. Yang pertama adalah terkait pola makan. 

"Ternyata ada banyak penelitian mengatakan bahwa meskipun makan gizinya bervariasi tapi kalo polanya gak baik, itu tetep akan berpotensi stunting juga. Karena anak masih dalam periode termasuk belajar dan mencerna makanan," ungkapnya. 

Kemudian penyebab kedua menurut Ray adalah asupan makanan. Hal inilah yang selalu diprioritaskan sebagai titik investigasi dan titik mitigasi untuk stunting. 

"Protein kurang itu adalah penyebab utama yang bikin anak stunting plus sanitasi. Dan ada faktor risiko lain, status gizi ibu, kesehatan ibu selama masa kehamilan karena ada banyak penelitian bahwa kalo dari masa kehamilan udah gak baik status gizinya, dia juga akan terefleksi di dalam dia membuat pola asuh yang baik," paparnya. 

"Praktik menyusui juga, periode pemberian ASI eksklusif tidak bisa ditawar lagi. Harus 0-6 bulan gak usah diganggu gugat, tambah MPASI setelah 6 bulan. Karena ada beberapa penelitian MPASI yang tidak tepat dan telat itu juga menjadi penyebab stunting," jelas Ray. 

Penderita Stunting

Photo :
  • vstory

Dampak Jangka Panjang Stunting
Menurut dokter Ray, cikal bakal stunting sudah dimulai dari awal kehamilan. Jadi, sangat penting memastikan si kecil sudah mendapatkan asupan nutrisi yang baik, sejak dalam kandungan. Lalu, apa saja dampak jangka panjang jika anak terkena stunting? 

Rentan penyakit di usia muda
"Anak stunting dia bukan hanya rentan terhadap infeksi, tapi juga potensi untuk kena penyakit diabetes, kardiovaskular dan hipertensi di usia muda, karena programming metabolismenya terganggu. Sesimpel gak dapet asupan nutrisi yang baik, terutama vitamin dan mineral," pungkasnya. 

Gangguan kognitif
Jika anak tak mendapatkan asupan nutrisi yang baik dan berlangsung terus-menerus, kemampuan otaknya akan menurun. Ray memaparkan, penelitian yang dilakukan di Australia yang melibatkan anak SD hingga berjalan 20 tahun kemudian, diketahui nilai matematika dan nilai landscape skill mereka menjadi anjlok. Sementara di Indonesia sendiri, penderita stunting mencapai 7 juta anak. 

"Kalau dibiarkan, kalau tidak dikoreksi mereka akan mengalami periode di mana prestasi sekolah mereka jelek, SD, SMP, SMA. Penelitian di berbagai belahan dunia bilang, anak yang bahkan belum stunting tapi survive dengan kualitas seadanya paling tinggi mereka menjadi blue collar worker atau buruh. Ini yang dibilang oleh WHO dan UNICEF sebagai kehilangan bonus demografi dan kehilangan satu generasi," ucapnya. 

Ilustrasi anak menulis

Photo :
  • Pixabay

Kemampuan IQ dan akademik berkurang
"Karena ada studi sampe ada 40 tahun. Bahkan yang dewasa kalo dulunya pernah malnutrisi pasti bodoh. Nilai IQ-nya lebih cepat rendah, artinya adalah dari Paud pun IQ-nya udah rendah. Hubungan antara nutrisi dengan impact-nya itu cepet banget. Karena yang paling kena duluan adalah kognitif development, brain-nya lebih dulu anjlok," sambung Ray. 

Sulit berkembang dan bersosialisasi
Anak yang stunting juga tidak memiliki kemampuan verbal yang baik. Tidak hanya itu, mereka juga tidak memiliki landscape skill, interpretasi sosial dan tidak mampu bertahan jika menghadapi tekanan. 

"Itu semuanya aspek perkembangan. Anak yang stunting, pasti skor perkembangannya jelek. Artinya mereka tidak akan memiliki personalitas kepribadian yang prima, cenderung mencari konflik, dan yang paling penting mereka yang stunting cenderung asosiatif dan itu udah banyak studi-studinya," pungkas Ray lebih jauh. 

Apa yang Harus Dilakukan untuk Cegah Stunting? 
Menurut rekomendasi WHO, ASI dan MPASI sangat penting, namun yang tak kalah penting adalah asupan protein. Sebab menurut Ray, kekurangan protein lah yang membuat anak mudah terkena stunting. 

Cegah Stunting. Sumber : ANTARA News

Photo :
  • vstory

"Protein harusnya dapat dari protein hewani, salah satunya telur dan kalo udah stunting dikasih PKMK (Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus). Itu produk yang proteinnya baik, bisa gampang dicerna," imbuh dokter Ray. 

Namun menurutnya, sumber protein tidak hanya didapat dari konsumsi telur saja. Susu pertumbuhan, juga bisa membantu asupan protein yang tidak didapat dari makanan. 

"Makanya protein yang mengandung asam amino itu penting banget untuk memastikan supaya protein dapet, dari protein hewani untuk memaksimalkan pertumbuhan. Inget, ototnya itu duluan, otot kan protein semua. Dapetnya itu dari protein hewani, dapetnya bisa dari telur, susu pertumbuhan (yang di atas 1 tahun), dan beberapa sumber protein nabati, kacang-kacangan dan lain-lain," paparnya lagi. 

Bagaimana Jika Sudah Terlanjur Stunting? 
Dikatakan dokter Ray, jika sudah terlanjur terkena stunting, anak tidak bisa diberikan makanan biasa. Pemerintah mengatakan, anak boleh diberikan PKMK, yang mengandungi tinggi kalori sehingga mampu mengejar pertumbuhan. 

"Kalorinya tinggi tapi bukan dari lemak sama karbohidrat doank, tapi proteinnya juga bagus. Nah, ini bisa direkomendasikan dengan rekomendasi dari tenaga kesehatan. Yang penting konsultasi terus-menerus. Inget kalo berat badan udah gak naik 2-3 bulan lebih, itu udah harus awas dan segera masuk ke sistem rujukan. Paling penting adalah ASI, asupan nutrisi seimbang dari hamil, kebersihan menyeluruh, hidrasi jangan lupa, harus cukup minum dan pemantauan tumbuh kembangnya harus sangat teratur," pesan dr. Ray.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya