Ahli: Antimon dalam Plastik PET Bisa Sebabkan Iritasi Hingga Kanker
- Pixabay
VIVA Lifestyle – Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma, mengatakan, dalam pedoman implementasi Peraturan BPOM No.20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sama sekali tidak menyinggung antimon pada potensi kontaminan pada kemasan plastik sekali pakai berbahan PET.
Padahal, menurutnya, antimon yang digunakan sebagai katalis pada pembuatan kemasan berbahan PET seperti halnya pada kemasan galon sekali pakai ini bisa menyebabkan iritasi kulit, paru-paru dan mata, dan juga kanker. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Nugraha lebih lanjut mengatakan, ada yang menambahkan formaldehid sebagai pengawet dalam proses pembuatan kemasan plastik PET meski itu kurang populer.
"Tapi, yang biasanya jadi cemaran dalam proses pembuatan plastik PET terutama PET daur ulang itu adalah asam stearat untuk UV stabilizer dan asetaldehid," ujarnya dalam acara pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, akhir pekan lalu.
Pada pedoman implementasi Peraturan BPOM No.20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, BPOM menetapkan ambang batas cemaran antimon ini maksimal 0,04 bpj. Sementara formaldehid maksimal 3 bpj, asetaldehid 6 bpj.
"Tapi, dengan konsentrasinya yang sudah mencapai 3 bpj di dalam air minum dalam kemasan, asetaldehid ini sudah menyebabkan aroma rasa yang menyimpang,” katanya.
Dari aspek keamanan pangan, asetaldehid ini bisa menyebabkan kanker karena bersifat karsinogen. Sementara, asam stearat (UV stabilizer) biasanya ke aspek kehalalan pangannya karena sumber minyaknya yang terkadang bisa dari hewani atau babi.
"Yang perlu diperhatikan, untuk antimon yang dipakai sebagai katalis dalam pembuatan plastik PET yang juga beracun, BPOM belum memasukkannya ke dalam salah satu cemaran dalam pedoman peraturan kemasan pangan. Ini dapat menjadi masukan bagi BPOM agar nantinya memasukkan antimon ini dalam bagian cemaran plastik PET,” tuturnya.
Sebelumnya, Guru Besar Bidang Pemrosesan Pangan Departemen Teknik Kimia, Universitas Diponegoro (Undip), Andri Cahyo Kumoro, meminta masyarakat untuk lebih waspada terhadap bahaya antimon yang ada pada kemasan galon sekali pakai berbahan PET. Suhu penyimpanan yang tinggi dan penyinaran sinar matahari langsung disebut dapat meningkatkan risiko pelepasan zat antimon ke dalam air kemasannya.
Dijelaskan Andri bahwa senyawa antimon, titanium, atau germanium digunakan sebagai katalis dalam pembuatan botol atau galon PET. Dia juga mengatakan bahwa antimoni trioksida adalah salah satu katalis yang paling banyak digunakan. Jumlah antimon trioksida yang ditemukan dalam botol atau galon kemasan dari PET bervariasi antara 100 hingga 300 mg/kg.
Menurut Andri, antimon merupakan salah satu pencemar air minum yang utama, yang melebihi tingkat kontaminan maksimum (MCL), yaitu 6 bpj, dalam beberapa kondisi penggunaannya.
Paparan jangka pendek ke tingkat yang lebih tinggi dari MCL, kata Andri, dapat menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan diare. Selain itu, kolesterol darah yang lebih tinggi dan gula darah yang lebih rendah adalah efek samping lain yang sering dilaporkan jika terpapar dalam jangka waktu yang lebih lama.
"Suhu penyimpanan yang tinggi dan penyinaran sinar matahari secara langsung dapat meningkatkan pelepasan antimon ke dalam air kemasan," kata dia.
Apalagi, lanjut Andri, dari pengamatan di warung-warung, terlihat banyak air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai ini yang terjemur sinar matahari saat penjualannya. Dalam penelitian yang dilakukan Poltekkes Kemenkes Surabaya juga ditemukan adanya peluluhan atau migrasi Antimon dari kemasan jenis PET ke dalam air kemasan yang disimpan dalam ruang penyimpanan dengan temperatur tinggi dalam waktu yang lama.
Dalam observasinya, Poltekkes Kemenkes Surabaya membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu pemeriksaan pada hari pertama, kelima, dan kesepuluh setelah perlakuan pemanasan sinar matahari. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengukuran kadar antimon sebelum perlakuan pemanasan dijadikan satu kali pemeriksaan terhadap 3 sampel. Hasil pemeriksaan kadar antimon di laboratorium sebelum pemanasan sinar matahari pada hari ke nol rata-rata sebesar 0,012 ppm.
Nilai ini masih berada di bawah batas maksimum kadar antimon dalam air kemasan menurut Permenkes 492 pada 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang menyatakan batas maksimum kadar antimon dalam air minum sebanyak 0,02 ppm.
Pada observasi terhadap kemasan yang dijemur di bawah sinar matahari, diamati pada hari ke-1, lima, dan 10. Hasilnya menunjukkan kadar antimon di hari pertama dengan pemanasan hingga suhu 33,1 derajat Celcius rata-rata sebesar 0,017 ppm atau masih berada di bawah kadar maksimum menurut Permenkes RI No. 492 tahun 2010.
Pada hari kelima dengan pemanasan 32,5 derajat Celcius, kadar antimon mencapai 0,02 ppm. Jumlah tersebut sudah mencapai angka kritis karena batas maksimum yang diperbolehkan adalah 0,02 ppm. Sedangkan pada hari ke-10, kadar antimon pada air kemasan PET telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,026 ppm dengan rata-rata suhu 32,6 derajat Celcius.
Penelitian ini juga menemukan bahwa perlakuan yang diterima oleh air kemasan PET sebelum sampai ke distributor, menjadi salah satu faktor yang memengaruhi keberadaan antimon dalam air kemasan PET. Disebutkan bahwa kontaminasi antimon dalam air kemasan dapat bermula dari awal proses produksi atau dikarenakan sumber air yang digunakan memang sudah mengandung antimon sejak awalnya. Hal itu mengingat keberadaan antimon bisa ditemukan dalam air tanah atau air permukaan meski dengan jumlah yang kecil.
Suhu tempat penyimpanan air kemasan PET yang ada pada distributor juga turut memengaruhi kualitas air kemasan. Semakin tinggi suhu ruang penyimpanan air kemasan PET, semakin besar peluang untuk terjadinya peluluhan antimon.
Faktor lain yang berpotensi juga memengaruhi adalah lama waktu penyimpanan atau lama waktu sejak air kemasan PET diproduksi. Semakin lama waktu penyimpanan air kemasan PET, maka semakin banyak peluang peluluhan antimon dapat terjadi.