Hari Alzheimer, 85% Orang dengan Demensia Tidak Dapat Perawatan

Ilustrasi demensia
Sumber :
  • Times of India

VIVA Lifestyle – Para ahli demensia dunia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengakui perawatan pascadiagnosis, pengobatan, dan dukungan lainnya untuk Orang Dengan Demensia (ODD) sebagai hak asasi manusia. 

Bangkit Usai Dihantam Pandemi, Pendapatan Bisnis KAI Kini Tembus Puluhan Triliun

Ajakan ini disampaikan bersamaan dengan dikeluarkannya laporan World Alzheimer's Report 2022 – Life after diagnosis: Navigating treatment, care and support, yang menyebutkan bahwa 85 persen  dari total 55 juta ODD yang masih hidup sampai saat ini ada kemungkinan tidak menerima perawatan pascadiagnosis. Yuk scroll untuk informasi selengkapnya. 

Laporan yang menandai tahun ke 29 perayaan World Alzheimer’s Day dan tahun ke 11 World Alzheimer’s Month ini juga menjadi semakin penting karena jumlah ODD diperkirakan akan mencapai 139 juta orang pada 2050, demikian keterangan yang diterima VIVA, Rabu 21 September 2022.

Kisah Rizky Ridho Jualan Ayam saat Liga Dihentikan Akibat Pandemi: Uang Sisa Rp400 Ribu

Ilustrasi Penyakit Alzheimer.

Photo :
  • U-Report

Laporan yang ditulis oleh Alzheimer's Disease International (ADI), federasi internasional dari 105 asosiasi Alzheimer dan demensia di seluruh dunia, bersama McGill University ini berfokus untuk mendorong perbaikan yang signifikan pada perawatan, perawatan, dan layanan dukungan pascadiagnosis ODD.

Camilannya Diborong Wapres Gibran, Nasabah PNM Mekar Ini Bangkit Usai Dihantam Pandemi

Perawatan, pengobatan, dan dukungan pascadiagnosis demensia mengacu pada beberapa intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup bagi ODD. Hal ini termasuk perawatan farmakologis dan non-farmakologis, caregiver, akses ke perawatan kesehatan, dukungan untuk aktivitas kehidupan sehari-hari, adaptasi di rumah, sosial inklusi, dan kesempatan untuk beristirahat.

“Kami tidak mempertanyakan apakah penderita kanker memerlukan pengobatan, jadi mengapa ketika orang menerima diagnosis demensia, mereka sering tidak ditawari pengobatan atau perawatan? Berulang kali, mereka hanya diminta untuk bersiap-siap untuk menyongsong akhir hidupnya,” kata Paola Barbarino, CEO ADI. 

Ia menambahkan, “Oleh karena itu, peningkatan tingkat diagnosis dan perawatan pascadiagnosis demensia harus diakui sebagai hak asasi manusia.”

“Walaupun demensia belum memiliki obat, ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa perawatan, pengobatan, dan dukungan pascadiagnosis yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup ODD secara signifikan. Hal ini juga memungkinkan banyak ODD untuk menjadi mandiri dan tidak membebani caregiver dan keluarga," tutur Paola.

Perawatan kesehatan

Ilustrasi demensia atau pikun.

Photo :

Tekanan pada sistem perawatan kesehatan global selama pandemi semakin memperburuk kemampuan profesional perawatan kesehatan untuk memberikan perawatan dan dukungan pascadiagnosis yang memadai bagi orang-orang yang hidup dengan demensia.

Michael Maitimoe Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer Indonesia mengatakan dukungan pascadiagnosis bagi ODD masih menjadi PR besar bersama baik pemerintah, tenaga kesehatan maupun dukungan dari keluarga dan masyarakat. 

"Hal ini disebabkan masih minimnya tenaga kesehatan yang memahami isu demensia, khususnya di daerah-daerah sehingga perlu penguatan kemampuan, keahlian serta pengetahuan di tingkat layanan kesehatan dari Puskesmas hingga Rumah Sakit. Tidak hanya itu, sebagai dampak dari COVID-19, akses kesehatan bagi lansia, khususnya demensia menjadi kurang mendapat dukungan layanan kesehatan yang optimal,” kata dia.

Barbarino mengatakan bahwa dia bersimpati pada para tenaga kesehatan karena tekanan yang mereka. Oleh karena itu,  pemerintah harus melakukan lebih banyak investasi dan mendukung mereka agar perawatan demensia pascadiagnosis tidak terpinggirkan.

“Secara global, para tenaga kesehatan tidak memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai demensia. Hal ini berdampak pada kekurangan sumber daya untuk memberikan perawatan pasca-diagnosis yang memadai bagi ODD,” kata Barbarino. 

“Maka, peran pemerintah semakin penting dalam menopang sistem perawatan kesehatan, sehingga para tenaga kesehatan dapat memberikan perawatan berkualitas yang sangat dibutuhkan oleh ODD.”

PBB telah mengakui demensia sebagai invisible disability dan sebagai bagian dari panggilan ADI dan ALZI agar perawatan pascadiagnosis diakui sebagai hak asasi manusia. PBB juga mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk memasukkan perawatan pasca-diagnosis ke dalam perencanaan strategis sistem kesehatan nasional.

Michael menambahkan pertumbuhan jumlah lansia di Indonesia yang mencapai 29 juta pada 2021 serta ODD yang mencapai 1.2 juta di Indonesia pada 2016 dan diprediksikan mencapai 4 juta di tahun 2050, menunjukkan pentingnya dukungan semua pihak dalam mendukung layanan pascadiagnosis. 

"ALZI sebagai organisasi yang memiliki visi untuk meningkatkan kualitas hidup ODD dan caregiversnya melakukan berbagai upaya melalui dukungan komunitas, layanan edukasi dan sosialisasi, pelatihan, serta layanan Konsultasi Navigasi Perawatan ALZI (NARAZI) yang difasilitasi Care Navigators ALZI, harapannya dapat mendukung perjalanan perawatan demensia baik ODD dan keluarga di Indonesia,” ujarnya.

ADI dan ALZI merekomendasikan bahwa langkah pertama yang dapat diambil pemerintah adalah berkomitmen untuk mengidentifikasi 'navigator' terlatih untuk bertindak sebagai penghubung bagi ODD. Hal ini memungkinkan para ODD untuk terhubung dan terlibat dengan dukungan dan layanan vital yang mereka butuhkan.

“Kualitas hidup ODD akan meningkat dengan pesat jika mereka memiliki akses yang jelas ke sumber daya kesehatan, perawatan, informasi, saran, dukungan, dan berbagai cara untuk beradaptasi dengan demensia,” kata Barbarino. 

Selain itu memastikan para navigator ini dapat bertindak sebagai satu titik kontak bagi ODD dapat menjadi kunci untuk membantu menavigasi perjalanan yang sangat kompleks ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya