Kepala BKKBN Akui Ada Masalah Dilematis yang Dialami Dokter

Kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) Hasto Wardoyo
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA ifestyle –  Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo, Sp.OG.(K) mengatakui, memajukan pelayanan kesehatan (yankes) primer menjadi tantangan tersendiri dalam yankes di masyarakat. Pasalnya, yankes primer menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Oleh sebab itu, kapasitas dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan bukan lagi menjadi faktor pendukung, tetapi menjadi penentu kualitas pelayanan,” kata Hasto Wardoyo dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA, Rabu 14 September 2022. 

Oleh karena itu, Ia berpendapat dibutuhkan solusi jitu dalam menjawab berbagai tantangan tersebut. Belum lagi adanya permasalahan dilematis yang kerap dialami dokter, yaitu pertimbangan antara pengabdian dan orientasi pencapaian diri. Konflik batin semacam ini menjadi tidak terhindarkan.

Ilustrasi dokter.

Photo :
  • www.pixabay.com/jennycepeda

“Dokter yang tekun dan mau melayani masyarakat sepenuhnya sebagai seorang provider sekaligus manajer di Puskesmas tidak lebih dari 10%. Ini tantangan kita untuk memajukan layanan primer,” ujar dr. Hasto Wardoyo.

Dilema ini juga menurut Hasto harus menjadi perhatian pemerintah karena ada sebuah kegentingan dalam pemerataan pelayanan, dengan jumlah tenaga dokter yang tidak mencukupi.

Menurut mantan Bupati Kulonprogo ini, dibutuhkan kesadaran, empati, dan idealisme pelayanan sebagai sebuah sikap nasionalisme para dokter sejak awal.

Perihal pentingnya pemenuhan kuota dokter sebagai provider kesehatan, beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang mengutip data Kemenkes 2022, menyebutkan perbandingan jumlah tenaga kesehatan termasuk spesialis dengan populasi di Indonesia adalah 0,68 per 1.000 populasi.

Mensesneg Sebut Ajudan dan Dokter Pribadi Prabowo Masih Proses Seleksi

Bandingkan dengan standar yang ditetapkan World Health Organization, yakni 1 tenaga
kesehatan untuk 1.000 populasi. Angka ketersediaan tenaga kesehatan Indonesia juga masih di
bawah standar negara-negara Asia yang 1,2 per 1.000, atau bahkan negara-negara OECD atau
Eropa yang jauh lebih baik di angka 3,2 per 1.000 populasi.

Beruntung, lanjut Hasto, hingga saat ini sebagian besar publik masih meyakini bahwa dokter adalah profesi yang mulia dan terhormat.

PB IDI Kecam Pejabat yang Pukul Dokter di Papua, Minta Pelaku Ditindak Keras

“Animo masyarakat dan para orang tua terhadap pendidikan kedokteran pun masih sangat tinggi, sehingga dorongan untuk menggeluti profesi bidang kesehatan masih sangat besar. Situasi ini tentu bisa menjadi momentum yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk mencetak lulusan dokter terbaik,” tuturnya.

Tenaga kesehatan di China memeriksa unggas untuk mencegah penyebaran flu burung.

Photo :
  • Foto Arsip/Antara Foto
Panduan Lengkap Menggunakan Telemedicine untuk Konsultasi Dokter Online

Harapannya, kata Hasto, pada akhirnya pemerintah tak hanya mampu memenuhi kuota dokter
sebagai provider kesehatan, tapi juga memastikan kesamaan kualitas setiap dokter yang dicetak.

“Sehingga jargon Ethos, Logos, dan Pathos bagi para pelayan kesehatan seperti yang disampaikan Aristotetes dapat diamalkan oleh semua dokter,” kata dia.

Pentingnya pakta integritas dokter

Di sisi lain, Hasto tetap menekankan pentingnya komitmen pemerintah dalam pemenuhan tenaga
yankes secara kuantitas dan distribusi dokter di Indonesia. Sebuah orkestrasi regulasi yang jelas dan tegas pun amat dibutuhkan dalam mencetak dokter yang mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.

Orkestrasi ini, lanjut Hasto, tentu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah. Hasto menyebut pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak dokter, serta perlunya ruang gerak para dokter untuk dapat tetap berpraktik di luar kewajiban, sesuai dengan adanya kecenderungan pemikiran para dokter yang pragmatis.

“Di dalam mindset para dokter ketika sekolah di kedokteran, mereka tahu kelak akan bekerja selama tiga tahun di Puskesmas dan memiliki basic salary yang bisa membuka peluang mereka untuk memiliki ruang praktik sendiri. Sehingga tetap punya optimisme bahwa mereka bisa 'hidup' di masa depan,” ujarnya lagi.

Di sisi lain, Hasto berpendapat pemerintah daerah juga berperan penting dalam mendorong
terbentuknya layanan kesehatan yang prima bagi masyarakat, dengan membuka akses masyarakat sebesar-besarnya pada layanan kesehatan. Harapannya hal ini bisa berdampak pada peningkatan kepuasan masyarakat kepada layanan kesehatan dari pemerintah.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya