Jangan Abai, Bahaya Obesitas Picu Gangguan pada Prostat

Obesitas
Sumber :
  • U-Report

VIVA Lifestyle – Berat badan yang ideal menjadi dambaan banyak orang, meski pada kenyataannya tak sedikit yang mengalami kelebihan bobot tubuh hingga obesitas. Walau nampak sepele, rupanya obesitas tak bisa diabaikan lantaran dapat membahayakan kondisi tubuh terhadap penyakit berbahaya, seperti kanker prostat.

Terkuak! Penyebab Kematian Pria Ditemukan Tewas di Depan TPU Menteng Pulo

Dokter Spesialis Urologi RSU Bunda Jakarta, Dr. Sigit Sholichin, Sp.U, FICRS, mengatakan bahwa dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup pria, maka muncul masalah yang berkaitan dengan Aging Male Process. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana kualitas hidup tetap baik dalam usia yang semakin tua. 

"Gangguan prostat merupakan salah satu gangguan terbanyak di bidang urologi yang terjadi pada pria dalam fase ini. Sebagian besar berupa pembesaran prostat bersifat jinak atau Benign Prostate Hyperplasia (BPH) yang tidak mengancam nyawa tapi cukup mengganggu kualitas hidup pasien," ujarnya dalam webinar, Kamis 1 September 2022.

10 Fakta Operasi Bariatrik, Beri Harapan Hidup hingga Perbaiki Kesehatan Mental

Di lain pihak, lanjutnya, meskipun tidak sebanyak pembesaran prostat jinak (PPJ), pembesaran prostat yang bersifat ganas atau kanker prostat harus lebih diwaspadai. Deteksi dini menjadi kunci keberhasilan penanganan kanker prostat. Secara umum, semakin dini penanganan kanker dilakukan, maka akan semakin tinggi pula angka keberhasilannya. 

Kanker Prostat

Photo :
  • times of india
Jelita Ramlan Berhasil Turunkan Berat Badan dari 160 Kg Jadi 95 Kg, Ternyata Ini Rahasianya

"Dari deteksi dini, sebagian kecil ditemukan sebagai kanker prostat, selebihnya adalah gangguan prostat yang bersifat jinak,” jelasnya.

Senada, Dokter Spesialis Urologi RSU Bunda Jakarta, Prof. dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), Ph.D.,  mengatakan bahwa PPJ mempengaruhi banyak pria di seluruh dunia. Pada tahun 2010, prevalensinya lebih dari 210 juta pria. 

"Hampir 50 persen pria di atas usia 50 dan hingga 80 persen pria di atas usia 80 mengalami gejala PPJ. Prevalensi PPJ meningkat karena peningkatan faktor risiko metabolik yang dapat dimodifikasi, seperti obesitas," tuturnya.

Obesitas pria, kata dokter Ponco, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko PPJ dan peningkatan keparahan gejala pada pria yang terkena PPJ. Sayangnya, banyak pria yang tak menyadari bahaya dari obesitas sehingga kerap terlambat mencegah bahaya PPJ.

"Strategi untuk mengurangi risiko dan keparahan PPJ meliputi penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, dan pengurangan konsumsi kafein dan alkohol," tuturnya.

Penanganan pembesaran prostat jinak

Lebih jauh dokter Ponco menjelaskan, banyak metode pengobatan yang dapat dilakukan pada PPJ, yaitu terapi Farmakologis yang merupakan lini pertama dalam dengan menggunakan dua kelas obat yang menjadi standar perawatan sejak akhir 1980-an.

Terapi Pembedahan umumnya ditawarkan kepada pasien dengan PPJ persisten atau berat yang refrakter terhadap terapi Farmakologis. Selain itu, terapi Reseksi Prostat Transuretra (TURP) yang telah lama dianggap sebagai standar baku untuk perawatan bedah PPJ.

"Terdapat beberapa pengobatan dengan teknologi laser yang bisa gunakan diantaranya yaitu Holmium, Thulium dan Greenlight. Penggunaan laser bertenaga tinggi dan lebih efisien ini bergantung pada pengalaman operator," kata dia.

Banyak teknik menggunakan laser Thulium yang telah digunakan untuk PPJ termasuk ablasi, enukleasi dan reseksi. Terapi ini menguntungkan karena kemampuannya untuk gelombang kontinu, ukuran yang lebih kecil dan operasi yang lebih efisien daripada laser holmium.

Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Urologi RSU Bunda, dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, Sp.U(K), Ph.D, FICRS,  mengatakan, teknologi bedah robotik terus berkembang dan dapat digunakan pada bidang urologi. Di Indonesia, RSU Bunda Jakarta adalah pelopor teknologi bedah robotik ini untuk gangguan pada prostat.

Biopsi prostat robotik merupakan prosedur untuk mengambil sampel jaringan yang mencurigakan pada kelenjar prostat dengan bantuan robotik yang mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan trauma jaringan," tuturnya.

Ada beberapa keunggulan biopsi prostat robotik, di antaranya teknologi ini mampu menentukan penempatan jarum biopsi tertuju secara otomatis pada target jaringan yang dicurigai lesi kanker dengan presisi dan akurasi yang tinggi. Selain itu, gerakan pemindai dapat memperjelas dan membuat distribusi merata potongan gambar dua dimensi (2D) terhadap rekonstruksi tiga dimensi (3D).

“Keunggulan berikutnya yaitu bisa meminimalisir deformasi prostat karena interaksi dengan probe
dengan gerakan yang sama dapat digunakan untuk memindai dan menyelaraskan probe untuk
biopsi. Pada akhirnya, keunggulan berikutnya ada pada hasil biopsi yang lebih baik,” ujar dr Agus. 

Ditambahkan, "Di Indonesia sendiri, biopsi prostat robotik pertama kali diterapkan pada tahun 2019. Pada pengalaman praktik, teknologi ini membantu mendeteksi kanker prostat dengan stadium yang lebih awal dan lebih akurat.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya