Suspek Cacar Monyet Ditemukan Lagi, Terkait Kasus Pertama di RI?
- times of india
VIVA Lifestyle – Kasus cacar monyet masih menjadi perhatian banyak pihak di tengah pandemi COVID-19 yang melanda di Indonesia. Terkini, kembali ditemukan satu kasus dugaan (suspek) cacar monyet di Sulawesi Selatan. Benarkah terkait kasus penemuan pertama cacar monyet?
"Di Sulawesi Selatan sepertinya Makassar dan tidak terkait dengan kasus cacar monyet yang pertama," ujar Juru Bicara Kemenkes M. Syahril ditemui di kantor PB IDI, Gedung Dr R Soeharto, Jakarta, Selasa 30 Agustus 2022.
Lebih dalam, Syahril menyebut kasus cacar monyet cenderung ke arah dugaan pasien lantaran gejalanya samar. Syahril lantas menyamakannya dengan rabies hingga herpes yang tanda-tanda penyakitnya nyaris serupa sehingga membutuhkan observasi.
"Cacar air kemudian herpes itu sama gejalanya sehingga harus dilakukan pemeriksaan PCR. Hanya pemeriksaan PCR itu yang nanti membedakan dia positif atau tidak," tuturnya.
Senada dengan itu, Ketua Satgas Monkeypox PB IDI, dr Hanny Nilasari, SpKK, menjelaskan bahwa kasus konfirmasi cacar monyet hanya satu pasien di Indonesia. Meski kemudian, muncul beberapa kasus suspek di luar kontak erat dari pasien pertama.
"Ada satu kasus yang terkonfirmasi kemudian, ada satu kasus yang suspek dan satu kasus yang kontak erat dan 32 lainnya adalah discarded, artinya yang satu kasus terkonfirmasi ini berdasarkan hasil penelitian atau hasil observasi secara klinis," kata Hanny di kesempatan yang sama.
Hanny menambahkan bahwa pemeriksaan PCR yang sudah dilakukan tersebut, didapatkan hasil PCR terhadap kasus monkeypox yang positif. Lebih dalam, sampai saat ini kasus-kasus suspek dan kontak erat masih dalam pantauan dari Dinas Kesehatan.
"Kasus yang suspek ini bukan merupakan kasus yang kontak erat dari yang pertama, setahu saya ya, bukan kasus kontak erat yang pertama. Dan yang suspek ini masih dalam pemantauan hasil pemeriksaan laboratorium PCR," tambah Hanny.
Ada pun pada pasien suspek dan kontak erat cacar monyet tersebut, menurut Hanny, bisa diminta menjalani isolasi mandiri dengan pemantauan ketat. Sebab, Hanny menilai dari kasus temuan pertama, gejala yang muncul di kulit serta lainnya terbilang ringan.
"Kalau yang satu suspek dan satu yang kontak erat ini diminta untuk isoman dan rasanya kalau misalnya kita melihat dari kasus yang pertama, itu manifestasi kulitnya juga tidak terlalu berat dan manifestasi kelainan atau gejala subjektifnya juga tidak berat sehingga dimungkinkan untuk melakukan isoman," jelasnya.
"Syarat dari isoman adalah bisa tetap menjaga bahwa dia tidak banyak berkontak dengan orang luar dan dia juga bisa memastikan bahwa dirinya bisa masuk dalam satu kamar yang khusus dengan kamar mandi yang khusus dan kemudian ventilasinya juga baik," sambung Hanny.