WHO Sebut Kemasan Plastik BPA Bisa Picu Kanker Hingga Impotensi

Ilustrasi kemasan botol minum atau BPA.
Sumber :
  • iStockphoto.

VIVA Lifestyle – Peringatan tentang bahaya senyawa Bisphenol A (BPA) yang bisa luruh dari kemasan plastik keras polikarbonat, masih jadi perbincangan hangat. Para pakar, lembaga-lembaga penelitian, dan lembaga-lembaga besar dunia hampir semuanya sepakat dengan regulasi pembatasan kemasan plastik BPA. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun sudah menyampaikan kekhawatiran mereka pada plastik kemasan berbahan BPA ini.

Mayoritas penggunaan air kemasan Indonesia masih menyandarkan kemasannya pada galon polikarbonat, yang terbuat dari polimer plastik ber-zat aditif BPA. BPA juga biasa digunakan dalam lapisan kaleng makanan untuk memperlambat korosi. Kini, penggunaan polikarbonat bahkan dinilai turun kasta, karena digunakan sebagai material bahan atap dan penutup pagar.

Begitu tingginya kekhawatiran global pada senyawa BPA, 12 tahun lalu WHO sampai mengundang 30 pakar dari Kanada, Eropa dan Amerika Serikat dalam sebuah forum panel di Ottawa, Kanada. Para pakar menelusuri berbagai penelitian tentang dampak BPA terhadap kesehatan.

“Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam kadar yang rendah sekalipun, BPA bisa memberikan efek negatif bagi kesehatan. Di antaranya dapat memicu kanker payudara, obesitas, pubertas dini, impotensi dan gangguan kesehatan lainnya,” tulis WHO dalam laporannya, dikutip dari rilis yang diterima VIVA, Senin 29 Agustus 2022. 

Ilustrasi BPA.

Photo :
  • Pixabay.

Kanada adalah negara pertama yang menyatakan BPA sebagai senyawa beracun. Bila dibandingkan banyak negara lain di Amerika dan Eropa, Kanada adalah yang paling serius memberi perhatian terhadap isu BPA. Bahkan lebih maju lagi, sejak  2008, Kanada sudah melarang penggunaan senyawa BPA. 

Di dalam negeri, Ikatan Dokter indonesia (IDI) dan banyak pakar serta periset utama juga telah mengeluarkan peringatan senada. 

"BPA bisa menyerupai hormon estrogen. Sangat dicurigai dapat memicu kanker payudara," kata Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Aru Wisaksono Sudoyo.

Kalangan ahli sepakat menilai paparan hormon estrogen yang berlebihan bisa menjadi salah satu pemicu kanker payudara. Dengan demikian, setiap zat yang membuat hormon estrogen diproduksi secara masif dan berlebihan, termasuk senyawa BPA, diduga kuat dapat memicu kemunculan sel kanker.

Ilustrasi sel kanker.

Photo :
  • Pixabay
Dede Yusuf Sebut Ibunda Sosok Tangguh, Alami Serangan Jantung hingga Sempat Idap Kanker

“BPA sendiri kerap dikaitkan dengan zat karsinogen yang juga cukup berpengaruh pada timbulnya sel kanker,” kata dokter spesialis penyakit dalam subspesialisasi hematologi dan onkologi medik di RSCM itu. 

Ia memberi contoh perubahan temperatur yang bisa menyebabkan kontaminasi pada makanan dan minuman berkemasan BPA. Pendapat ini sejalan dengan pernyataan pakar Biomedik Farmasi dan Farmakologi sekaligus Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof. Junaidi Khotib.   

Terpopuler: 10 Buah Bantu Turunkan Berat Badan hingga Cegah Kanker dengan Pijat Payudara, Bagaimana Caranya?

"Dari kajian yang dilakukan, terjadi pelepasan atau migrasi partikel BPA ke makanan atau minuman yang bersinggungan langsung dengan kemasan primer, sehingga partikel BPA dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman,” katanya.

“Konsentrasi BPA dalam darah dan urine sangat erat dengan berbagai penyakit yang berkaitan dengan gangguan endokrin, yaitu gangguan pada hormonal sistem, perkembangan saraf dan mental pada anak-anak," sambung Junaidi Khotib. 

Teknologi Baru di Mandaya Royal Hospital, Mengurangi Beban Pasien Kanker

Ilustrasi anak menangis

Photo :
  • Unsplash

Peringatan serupa disampakan oleh dokter spesialis anak sekaligus anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Irfan Dzakir Nugroho, Sp.A, M. Biomed dalam sebuah diskusi virtual, tahun lalu. Dr. Irfan menyebutkan kontaminasi BPA dapat membahayakan ibu hamil, karena mengganggu kerja endokrin, dan mampu meniru hormon estrogen.

“Program Toksikologi Nasional AS, dalam laporan yang terbit pada 2008, menemukan adanya efek pada otak, perilaku, dan kelenjar prostat pada janin, bayi serta anak-anak akibat paparan BPA yang masuk melalui plasenta, ASI, pemberian susu botol, dan pemberian makanan atau minuman yang telah terkontaminasi BPA," tuturnya. 

Menurutnya, BPA juga dapat menimbulkan bahaya pada kelompok usia anak-anak, di antaranya menyebabkan gangguan tumbuh kembang, perilaku depresif, ansietas, dan hiperaktif. Di samping memengaruhi perilaku emosional dan kekerasan pada anak, BPA juga dinilai bisa memengaruhi senyawa yang dihasilkan oleh otak seperti dopamine, serotonin, acetylcholine, dan hormon thyroid.

“Pada usia dewasa atau usia produktif, BPA bisa memengaruhi produktivitas, menyebabkan gangguan pada saat kehamilan dan persalinan, termasuk menyebabkan obesitas dan beberapa penyakit metabolik," pungkas dia. 

Ilustrasi hamil/ibu hamil.

Photo :
  • Freepik/user18526052

Sementara itu, selain melakukan survei sendiri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI juga mempertimbangkan kencangnya regulasi BPA di luar negeri. Beberapa negara maju yang dijadikan tolok ukur antara lain Brazil, Prancis, Kanada, dan negara bagian Vermont dan Distrik Columbia di Amerika Serikat (AS), yang sudah melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan, termasuk air minum dalam kemasan (AMDK). Negara bagian California di AS juga sudah mengatur pencantuman peringatan label bahaya BPA pada kemasan produk pangan olahan. 

BPOM telah merilis rancangan perubahan atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, dan kini telah diserahkan ke Menteri Sekretaris Kabinet untuk disahkan. Adapun salah satu pasal yang diubah, mengatur kewajiban pencantuman label ‘Berpotensi mengandung BPA’ pada produk AMDK yang menggunakan kemasan plastik keras polikarbonat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya