Jangan Asal, Ini Gejala Khas Cacar Monyet yang Patut Diwaspadai

Cacar monyet
Sumber :
  • times of india

VIVA Lifestyle – Monkeypox atau cacar monyet kian menjadi sorotan lantaran kasusnya kini yang meluas hingga 22 ribu di berbagai negara di dunia. Cacar monyet sebenarnya bukan penyakit baru, namun saat ini kian mewabah dan dianggap berbahaya karena gejalanya berbeda dibanding saat awal ditemukan. Bagaimana faktanya?

Ridwan Kamil Janji Hijaukan Jakarta Tiga Kali Lipat, Tanam Pohon yang Menyerap Polusi

Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1958 di Denmark, ketika terdapat dua kasus seperti cacar muncul pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian, sehingga cacar ini dinamakan ‘monkeypox’. Cacar monyet lalu mengenai manusia pertama kali diidentifikasi pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo dan menyebar secara sporadis di daerah Afrika Tengah dan Afrika Barat. 

Wabah monkeypox pernah dilaporkan pada negara non-endemis sebelumnya pada tahun 2003, dimana didapatkan kasus monkeypox pertama di luar Afrika, yakni di Amerika Serikat, yang menyebabkan lebih dari 70 kasus. Pada tahun 2017, Nigeria mengalami wabah dengan perkiraan jumlah kasus yang terkonfirmasi sekitar 40 kasus.

Cegah Pencemaran Cacar Monyet, Bandara Lombok Pasang Thermal Scanner

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (PERDOSKI), DR. dr. H. Prasetyadi Mawardi, Sp. KK (K), menegaskan bahwa gejala cacar monyet di saat awal ditemukan dan kini, tidak ada perbedaan mencolok. Yang saat ini memiliki perbedaan lantaran meluas di daerah atau negara yang bukan endemik.

"Sebetulnya tidak ada banyak perbedaan di antara gejala monkeypox yang dulu maupun yang sekarang, kita jadi aware karena kita tau bahwa virus monkeypox ini adalah satu famili dari virus cacar atau smallpox. Kemudian menjadi perhatian kita bersama bahwa ternyata monkeypox yang tadinya sudah cukup mereda dan hanya ada di negara endemik, ternyata bisa dijumpai di luar negara endemik, yang muncul pada saat kita terkonsentrasi mengatasi COVID-19," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa 2 Agustus 2022.
 
Pada awal Mei 2022, WHO mendapatkan laporan kasus monkeypox yang terjadi di negara non-endemis, terutama di Eropa dan Amerika Serika. Hal itu akhirnya membuat WHO menetapkan status darurat global untuk infeksi Cacar Monyet pada Juli 2022. Gejalanya sendiri sebenarnya masih sama dengan ruam yang dominan di dua area tubuh ini.

Pasien Diduga Terjangkit Cacar Monyet Dirawat di RSUD Brebes

"Pada monkeypox tetap dominan pada wajah dan daerah ekstremitas seperti pada monkeypox di tahun-tahun sebelumnya," tuturnya.

Vaksin cacar monyet diberikan kepada seorang pria di Barcelona, Spanyol

Photo :
  • AP Photo/Francisco Seco

Hal ini berbeda dengan gejala cacar air, penyakit dengan virus yang satu family dengan cacar monyet, bahwa infeksi di kulit bisa meluas. Pada cacar monyet, hanya dominan ditemukan di area tubuh atas sehingga diharapkan masyarakat bisa mengenali ciri khas tersebut.

"Prinsip bagi kita adalah monkeypox berbeda dengan cacar air maupun infeksi kulit yang lain, kebanyakan mengenai daerah wajah atau anggota gerak. anggota gerak yang paling dominan adalah anggota gerak tangan, karena merupakan ekstremitas bagian atas," ujar dokter Prasetyadi Mawardi

Pada umumnya, cacar monyet menunjukkan gejala hanya di sekitar kulit dengan ruam dan merah di wajah dan tangan. Namun pada kelompok yang lebih rentan, kasus cacar monyet bisa memicu komplikasi pada otak bahkan kematian.

"Pada otak bisa radang otak, ensefalitis. Lanjut tingkat parah sampai sepsis dan pasien meninggal," tuturnya.

Lebih lanjut, mencegah komplikasi tersebut sebenarnya bisa dilakukan sejak awal melalui deteksi dini ketika gejala ruam mulai muncul. Setelah itu, tenaga medis akan mendeteksi apakah pasien terinfeksi cacar monyet atau bukan sehingga akan diberi penanganan tepat.

"Paling penting, kalau kita ada pasien dengan ruam kulit, tidak rekomendasi untuk manipulasi kelainan-kelainan kulit pada tubuh. Cacar monyet kebanyakan menyerang di wajah dan tangan, sebaiknya tidak lakukan manipulasi apapun pada lesi-lesi kulit di wajah dan tangan," kata dokter Prasetyadi Mawardi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya