Kasus Penembakan Polisi, Zoya Amirin: Hindari Menyudutkan Korban

Polisi melakukan olah TKP penembakan di rumah Kadiv Propam Polri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Yeni Lestari

VIVA Lifestyle – Seksolog Zoya Amirin sedang mencuri perhatian publik atas tanggapannya tentang isu dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh istri Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo.

Polisi Amankan 3 Pelaku Buntut Remaja Tawuran Hingga Menelan Korban Jiwa

Menurut Zoya, kasus pelecehan yang dialami oleh korban Putri Candrawathi (PC) tersebut perlu mendapat perhatian yang lebih dalam. Sebab, peristiwa itu telah menjatuhkan korban jiwa yaitu ajudan Ferdy, Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Melansir unggahan di kanal YouTube Zoya Amirin, Kamis 28 Juli 2022 yang berjudul 'Brigpol J: Pelaku atau korban?' sang seksolog membahas tentang pentingnya menghindari vctim blaming yang dapat mengarah pada pelecehan seksual.

Terpopuler: Kronologi Polisi Tembak Pelajar hingga Tewas, Bapak Kopassus yang Ditakuti Elite Militer RI

"Saya disini bukan berkapasitas untuk membela pihak manapun. Fokus saya adalah soal pelecehan seksual karena menurut saya, komentar para warganet kian hari kian menjadi 'victim blaming' (menyudutkan korban kekerasan)," kata Zoya.

Zoya Amirin juga meminta netizen untuk mengakhiri tudingan dan opini hang justru akan memperkeruh keadaan. Berkaca pada kasus pelecehan yang dialami PC, Zoya menganggap korban berada dalam posisi tersudutkan.

AKP Dadang Resmi Dipecat dari Polri Buntut Kasus Polisi Tembak Polisi, Tidak Ajukan Banding!

Siapapun pelakunya, budaya 'victim blaming' adalah dasar yang paling besar untuk membentuk rape culture (budaya pemerkosaan). Bagi saya, pembunuhan sadis, kekerasan seksual tidak akan terjadi kalau tidak adanya Victim Blaming," tutur Zoya.

Banyak orang yang masih beranggapan bahwa kasus kriminal seperti kekerasan, pemerkosaan, atau pelecehan seksual seperti itu tidak mungkin terjadi. Namun nyatanya, di masyarakat telah banyak ditemui kasus serupa yang harus diwaspadai.

"Ketika orang bilang, 'ah enggak mungkin terjadi kekerasan, perkosaan atau pelecehan seperti ini', lihat dong kedudukannya?" ujar Zoya Amirin.

Ada juga persepsi yang mengatakan bahwa pemerkosaan lebih banyak terjadi pada perempuan yang tidak baik. Menurut Zoya, hal tersebut sangat keliru sebab tindak kekerasan seksual itu bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja.

"Kemudian ada yang bilang perkosaan hanya terjadi pada perempuan yang gak baik, ini yang menurut saya sangat-sangat keliru," lanjutnya.

Zoya Amirin juga menyoroti salah satu komentar netizen yang mengkritik tangisan PC. Komentar tersebut terkesan menyudutkan korban dan menganggapnya mau lepas tanggungjawab.

Menurut Zoya Amirin, menangis adalah salah sayu cara korban menyampaikan perasaannya. Ketika merasa syok, ada orang yang mengekspresikannya dengan menangis, marah, atau langsung meminta bantuan.

"Dalam kasus ini, ada dua kejadian traumatis menurut saya, pertama dengan kejadian pelecehan, kemudian kedua trauma atas kejadian penembakan. Jadi plis jangan menyalahkan korban, kita jangan membudayakan victim blaming," ujar Zoya Amirin.

Zoya juga mengklasifikasi tipe pelaku pelecehan seksual berdasarkan niatnya melakukan tindak kriminal itu.

"Ada beberapa kategori dalam pelecehan seksual itu, pertama pelaku yang ingin bertujuan memepermalukan dan menyakiti. Kemudian tipe pelaku yang ingin menunjukkan kekuasaan, bahwa dia itu jago dan ingin membuktikan diri sendiri," kata Zoya. 

"Ketiga, adalah pelaku yang cemburu dan bertindak brutal bahkan melakukan tindakan sadis dalam memperkosa korban," lanjutnya.

Selain itu, ada juga tipe kompetisi di mana pelaku ingin menunjukkan bahwa dia superior atau tidak bisa disaingi. Menurut Zoya, semua pemerkosaan terjadi karena suatu paksaan sehingga tidak pantas untuk menyudutkan korban.

"Saya berfikir mari sama-sama menghormati proses hukumnya dan tinggalkan budaya victim blaming," ujar Zoya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya