Kolom Prof Tjandra: Hari Bronkiektasis Sedunia, Sayangi Fungsi Paru
- Istimewa
VIVA Lifestyle – Paru adalah organ tubuh penting karena peran utamanya dalam kita bernapas. Ada berbagai penyakit yang dapat menyerang paru, mulai dari infeksi seperti COVID-19, tuberkulosis, pneumonia dll, lalu Asma Bronkial dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Ada juga Kanker Paru, Penyakit Paru Akibat Kerja dan ada penyakit "Bronkiektasis" berupa saluran napas lebar berlebihan sehingga ada penumpukan lendir (mukus) dengan segala akibatnya.
Akibat tersebut mulai dari infeksi berulang sampai ke gangguan fungsi paru dan bernafas serta disability jangka panjang dan bahkan mungkin kematian. Jelasnya, amat memberi beban pada pasien dan keluarganya.
Memang penyakit ini belum banyak dikenal luas. Karena itu mulai tahun ini maka setiap 1 Juli diperingati sebagai Hari Bronkiektasis sedunia. Maka hari ini adalah tonggak sejarah penting.
Hari Bronkiektasis sedunia yang juga diperingati oleh organisasi kesehatan paru di berbagai negara (termasuk Perhimpunan Dokter Paru Indonesia - PDPI) dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran kita tentang penyakit ini, dan merupakan advokasi ke penentu kebijakan publik (Kementerian Kesehatan dll) agar memberi perhatian pada bronkiektasis, selain penyakit paru lainnya.
Memang belum ada data epidemiologi yang pasti tentang jumlah pasien Bronkiektasis, tetapi diperkirakan ada ratusan ribu kasus di dunia dan ribuan kasus di negara kita, dan diperkirakan angkanya terus meningkat.
Gejala bronkiektasis antara lain adalah:
- Batuk berdahak kental
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Sering radang paru
- Badan lemah
- Demam tak jelas penyebabnya
- Penurunan berat badan
Diagnosis ditegakkan antara lain dengan pemeriksaan "high-resolution computed tomography (CT) scan" paru.
Bronkiektasis kini ditangani dengan dua cara. Pertama, membersihkan tumpukan lendir di saluran napas (bronkus) di dalam paru, atau "airway clearance", antara lain dengan semacam fisioterapi, obat dan alat tertentu, aerobik serta minum air yang banyak sehingga lendir di paru jadi lebih encer sehingga lebih mudah dibatukkan keluar.
Cara kedua adalah pencegahan dan pengobatan infeksi paru. Untuk itu perlu di identifikasi apa penyebab infeksi, bisa bakteri, jamur, mikobakteria dll dan kemudian diberi obat yang sesuai.
Saat ini sekitar 40% kasus bronkiektasis di dunia belum diketahui penyebabnya secara pasti, dan karena itu penelitian harus terus digalakkan, termasuk di negara kita.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Ketua Majelis Kehormatan, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI.