Pakar: Zat Kimia dalam Kemasan Pangan Tak Sampai Timbulkan Endemi

Ilustrasi kemasan plastik
Sumber :
  • Pixabay/pexels

VIVA Lifestyle – Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS, mengatakan, zat-zat kimia yang digunakan sebagai bahan pembantu pembuatan kemasan pangan tidak sampai menimbulkan epidemi. Menurutnya, biasanya yang menyebabkan epidemi itu adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, protozoa, dan cacing. 

Jerman Menyerukan Peningkatan Upaya Global Memerangi Epidemi AIDS

“Jika dia menyebabkan penyakit tapi penyebabnya dari unsur kimia atau zat kimia, biasanya risiko penyakitnya keracunan seperti gangguan pernapasan hingga kanker. Tetapi itu degeneratif atau tidak menular dan juga biasanya tidak sampai menimbulkan epidemi,” ujar Dr. Hermawan dalam keterangannya, Kamis 30 Juni 2022. 

Dia menjelaskan ada beberapa istilah terkait skala penyakit di masyarakat. Pertama adalah epidemi, yaitu jika kenaikan kasus penyakit itu terjadi berkali-kali lipat dalam skala yang lokal di daerah tertentu, dan pada akhirnya menimbulkan pengaruh dalam konteks kehidupan. 

KPK Bocorkan Nilai Fantastis Kasus Dugaan Korupsi Bantuan Presiden

"Jadi, disebut epidemi jika tipe penyakit-penyakit yang ada itu lahir pada suatu tempat tertentu dan berkali-kali lipat dalam periode waktu yang ada," kata dia. 

Ilustrasi kemasan plastik.

Photo :
  • Pixabay/pexels
BPS Ungkap Jumlah Penduduk Miskin RI Turun Jadi 25,22 Juta Orang

Tetapi kalau yang kedua yaitu pandemi, adalah kejadian epidemi yang meluas ke seluruh dunia atau masuk ke berbagai negara dan memengaruhi banyak sektor kehidupan. Menurut Hermawan, biasanya pandemi ini yang mengumumkan sekaligus memiliki kewenangan secara global adalah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Istilah lainnya adalah endemi, yang menyangkut penyakit tertentu yang bertahan di suatu negara dan sifatnya laten. Penyakit itu risikonya sudah terkendali dengan berbagai macam obat yang sudah ditemukan seperti vaksin. 

Dia mencontohkan kasus COVID-19 yang awalnya adalah epidemic disease yang hanya terjadi di kota Wuhan yang merupakan Ibukota Provinsi Hubei Negara Tiongkok. Tapi lama-lama, kasus itu tidak hanya terjadi di Wuhan tetapi sudah meluas dan menular ke seluruh dunia. Pada April 2020, WHO menetapkan statusnya menjadi pandemi karena sudah meluas dan memengaruhi berbagai sektor kehidupan hingga saat ini.  

Dia mengutarakan yang paling sering menjadi penyebab terjadinya endemi dan pandemi itu adalah virus dan utamanya itu dari rumpun virus influenza. Hal itu terjadi karena penularan penyakit yang disebabkan yang begitu cepat. 

Ilustrasi COVID-19/Virus Corona.

Photo :
  • pexels/Edward Jenner

Ditanya apakah ada endemi yang disebabkan faktor keracunan zat-zat kimia dari kemasan pangan selama ini, Hermawan mengatakan belum ada. Hal itu disebabkan penyakit-penyakit yang dimunculkan itu adalah penyakit yang tidak menular seperti peradangan, risiko kanker, dan gangguan pernapasan. 

"Biasanya yang sering menyebabkan endemi itu adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, kemudian cacing. Itu bisa menular yang kadarnya bahkan bisa memunculkan epidemi bisa naik dalam skala global. Tetapi kalau penyakit tertentu yang disebabkan zat kimia apakah itu terkandung dalam bungkus kemasan dan seterusnya itu, risikonya biasanya penyakit-penyakit yang degeneratif tapi sulit skalanya besar,” tuturnya. 

Sebelumnya, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan bahwa bahan kimia Bisfenol A (BPA) yang ada dalam kemasan galon guna ulang berpotensi membahayakan kesehatan dan kesehatan publik. Dia mencemaskan soal bahaya BPA di kemasan galon guna ulang itu bersifat global.

Namun, Kepala Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, SpOG., mengatakan, diperlukan penelitian antar center untuk benar-benar membuktikan bahwa air kemasan galon guna ulang bisa menyebabkan infertilitas atau gangguan kesuburan pada sistem reproduksi pria dan wanita. Menurutnya, kalau baru info awal dan belum berbasis bukti yang level of evidence-nya kuat, perlu berhati-hati untuk menyampaikannya ke publik. 

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

“Itu masih butuh riset multi center saya kira agar menjadi bukti yang kuat,” ucapnya.

Dia mengatakan informasi itu perlu melihat dari senter pendidikan di UGM, UNAIR, UI, ditambah di Singapura, AS, dan di negara-negara lain. 

“Setelah itu baru hasilnya dipadukan dan dilihat seperti apa kesimpulannya. Kalau baru info awal dan belum berbasis bukti yang level of evidence-nya kuat, itu harus hati-hati,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menegaskan bahwa air kemasan galon guna ulang aman untuk digunakan, baik oleh anak-anak dan ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang yang dihembuskan pihak-pihak tertentu adalah hoax.  

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

 
Dr. M. Alamsyah Aziz, SpOG (K), M.Kes., KIC, dokter spesialis kandungan yang juga Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), mengatakan sampai saat ini dirinya tidak pernah menemukan adanya gangguan terhadap janin karena ibunya meminum air galon. 

Karenanya, dia meminta para ibu hamil agar tidak khawatir menggunakan kemasan AMDK galon guna ulang ini, karena aman sekali dan tidak berbahaya terhadap ibu maupun pada janinnya.

CEO Meta Mark Zuckerberg akhirnya minta maaf.

Cerita Mark Zuckerberg Diintimidasi Pemerintahan Joe Biden saat COVID-19

CEO Meta, Mark Zuckerberg menuduh pemerintahan Joe Biden, yang dengan sengaja menekannya untuk menyensor konten COVID-19 tertentu selama pandemi

img_title
VIVA.co.id
28 Agustus 2024