WHO Dorong Pengembangan Vaksin Tuberkulosis Terbaru
VIVA – The 1st G20 Health Ministers Meeting (HMM) Tahun 2022 yang digelar hari ini Senin 20 Juni 2022 di D.I Yogyakarta diketahui akan membahas tentang penanggulangan Tuberkulosis atau TB. TB diketahui masih menjadi penyakit yang tetap ada di tengah masyarakat selama pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak 2020 lalu.
Dalam side event tersebut, Indonesia akan memastikan komitmen global terhadap penanganan TB yang ditargetkan untuk tereliminasi di tahun 2030 mendatang.
"Jadi di dalam side event selain 3 tujuan utama kita presidensi kita ingin memastikan komitmen global untuk penanganan TB terutama kita tau mekanisme pembiayaan untuk TB sudah ada salah satunya GAFTM tentunya komitmen ini harus diteruskan untuk membantu negara-negara yang masih memiliki permasalahan TB dalam rangka dunia mencapai eliminasi TB di tahun 2030 atau 2050," kata Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia dalam virtual conference, the 1st G20 Health Ministerial Meeting and JFHMM, Senin 20 Juni 2022.
Lebih lanjut diungkap oleh Siti Nadia, Indonesia sendiri akan mengejar capaian atau kegiatan yang tidak bisa dilakukan selama pandemi COVID-19. Mulai dari fokus untuk memperluas akses diagnostik TB dan memperkuat pemberian pengobatan TB.
"Salah satunya adalah bagaimana kita memperluas akses diagnostik TB kemudian kita akan memperkuat pemberian pengobatan TB untuk pencegahan kita akan lebih ke hulu dengan melakukan screening. Kita tahu kebijakan Menkes ada 14 screening dalam transformasi 14 penyakit yang discreening secara awas termasuk TB jadi kita akan agresif lagi untuk menemukan kasus TB tidak menunggu sampai gejala TB muncul dan penderitanya datang ke layanan kesehatan," kata Nadia.
Selain, itu kata Nadia pihaknya akan mendorong untuk mengupayakan obat TB yang sudah diproduksi di Indonesia bisa mendapatkan prakualifikasi dari WHO.
Di sisi lain, Sekjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, WHO sedang mendorong pengembangan vaksin TB terbaru untuk mengatasi kondisi resistensi antimiroba atau kondisi saat virus TB mengalami perubahan, sehingga kebal terhadap obat-obatan yang diberikan. Sehingga jika dibiarkan, risiko penyebaran penyakit dan kematian menjadi semakin tinggi.
"WHO juga menghargai fokus G20 pada resistensi antimikroba dan kami berharap dapat mendiskusikan topik ini dengan G20," kata dia.