Kolom Prof Tjandra: Sering Ditemukan di Dunia Bukan Cuma BA.4 & BA.5
- Dokumentasi Prof Tjandra
VIVA – BA.4 dan BA.5 bermula di negara kita dari laporan 4 kasus di Bali, lalu ada tambahan 4 kasus lagi di Jakarta, total 8 orang. Juru Bicara Kemenkes di TV nasional menyampaikan ada 12 kasus lagi yang sedang di analisa, jadi dalam beberapa hari sudah menjadi 20 dari 4 orang awalnya, naik 5 kali lipat.
Informasi tentang BA.4 dan BA.5 terbaru dari European CDC tadi malam menyebutkan:
- pertama ditemukan di Afrika Selatan pada January dan February 2022
- BA.4 and BA.5 adalah bagian dari Omicron clade (B.1.1.529).
- ECDC meningkatkan klasifikasi BA.4 and BA.5 dari variants of interest menjadi variants of concern (VOC) pada 12 Mei 2022
- diperkirakan akan menjadi dominan di Eropa dalam minggu-minggu mendatang
- peningkatannya tergantung 2 faktor, 1) proteksi imunitas tergantung cakupan dan kapan waktu vaksinasi sebelumnya (untuk NaKes kita sudah di boosgter lebih dari 6 bulan yl), dan 2) landscape dari gelombang yl
- secara umum memang tidak ada bukti ini lebih parah, tetapi harus amat diwaspadai peningkatan hospitalisasi (dan ICU) pada mereka yang berusia di atas 60 atau 65 tahun
- masih dikumpulkan data tentang efektifitas obat monoclonal antibodies (mAb) [pada BA.4 dan BA.5, tetapi sejauh ini nampaknya efeknya sedikit menurun atau tetap saja
Yang lebih sering ditemukan di dunia bukan hanya BA.4 dan BA.5
Sehubungan peningkatan kasus dalam beberapa hari terakhir ini maka disebut-sebut tentang kemungkinan peran sub varian BA.4 dan BA.5, berdasar 4 kasus di Bali (sebagian warga negara asing) dan ada 4 lagi di Jakarta. Karena jumlah kasus sehari sudah lebih dari 500 orang maka baiknya juga disampaikan ke masyarakat tentang bagaimana sebenarnya pola varian atau sub varian yang saat ini menyerang warga kita, selain yang hanya 4 orang di Bali dan 4 di Jakarta itu.
Artinya, pemeriksaan Whole Genome Sequencing harus ditingkatkan, dan juga peneylidikan epidemiologis pada setiap orang dari lebih 500an kasus orang sehari itu perlu juga ditingkatkan agar situasi penyebab kenaikan kasus menjadi jelas dan kebijakan yang diambil juga berbasis bukti yang nyata.
Secara umum di dunia, sub varian Omicron BA.2 dan juga BA.2.X tetap dominan walaupun memang menurun, dari 44 persen menjadi 19 persen dalam laporan mingguan WHO.
Semenmtara itu, sub varian Omicron lainnya juga tidak meningkat di dunia, seperti BA.2.11, BA.2.13, dan BA.2.9.1. Semua sub varian ini menunjukkan mutasi pada lokasi S:L452X. Sub varian Omicron lain yang pernah sebelumnya dominan seperti BA.1, BA.1.1. BA.1.X dan BA.3 juga terus menurun sampai dibawah 1 persen.
Di dunia yang meningkat adalah sub varian BA.2.12.1, BA.5, dan BA.4. Dari ke tiga ini, data terakhir menunjukkan sub varian BA.2.12.1 paling banyak di temui, sudah terdeteksi di 53 negara (termasuk negara tetangga kita) dan diduga jadi penyebab penting kenaikan kasus, artinya perlu pula di cek mendalam ada tidaknya di negara kita.
Sementara itu, sub varian BA.5 ditemukan di 47 negara dan BA.4 di deteksi di 42 negara, jadi lebih sedikit dari BA.2.12.1. Ke tiga varian ini menunjukkan mutasi pada lokasi S:L452 yang setidaknya punya dua aspek, 1) peningkatan risiko penularan dan 2) karakteristik luput dari sistem imun (“immune escape”) yang antara lain ditandai dengan masih tetap dapat tertular walaupun sudah divaksinasi lengkap. Yang patut disyukuri adalah bahwa sejauh ini tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan peningkatan beratnya penyakit, walaupun memang lebih mudah menular.
Di sisi lain, rekombinasi varian SARS-CoV-2 yang pernah di deteksi di awal 2022 (XE, XD dan XF) dan juga punya potensi pen ingkatan penularan, ternyata kini tidak menyebar luas di dunia.
Semua informasi berbagai jenis varian dan sub varian ini adalah amat penting untuk pengambilan kebijakan publik, apalagi kita tahu ada tiga skenario yang mungkin terjadi, base scenario, best scenario dan worst scenario, mudah-mudah yang terakhir tidak terjadi.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara serta Mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit serta Mantan Kepala Balitbangkes