Omicron BA.4 dan BA.5 Terdeteksi di DKI, Pasien Alami Gejala Berat?

COVID-19 varian Omicron.
Sumber :
  • ANTARA/Shutterstock

VIVA – Subvarian baru COVID-19 Omicron BA.4 dan BA.5 telah terdeteksi di DKI Jakarta sebanyak 4 kasus. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya telah mengumumkan penemuan pertama 4 kasus BA.4 dan BA.5 di Bali.

Kenali Penyebab Tipes, IDI Kabupaten Batang Berikan Informasi Pengobatan

Dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan, Jakarta, Dr. dr. Erlina Burhan, MSc., Sp.P(K)., mengungkap hal tersebut di mana total kasus BA.4 dan BA.5 terkini di Indonesia sudah mencapai 8 kasus.

"Indonesia sebetulnya sudah ada 8 orang. Ada 4 orang di Bali dan 4 di Jakarta," kata dokter Erlina dalam webinar Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), di kanal Youtube Humas PDPI, dikutip Senin 13 Juni 2022.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Dokter Erlina menuturkan bahwa sejauh ini, empat kasus BA.4 dan BA.5 di DKI Jakarta terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki.  Tiga di antaranya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) dan satu merupakan Warga Negara Asing (WNA) dari Inggris.

Ilustrasi sampel pasien COVID-19 varian Omicron.

Photo :
  • Times of India
Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

"Kasus lokal, 3 lokal. Menunjukkan sudah ada lokal transmisi," imbuh Erlina.

Lebih dalam, 4 kasus subvarian baru COVID-19 tersebut menunjukkan gejala ringan berupa demam, batuk, dan nyeri tenggorokan. Kendati begitu, satu di antaranya mengalami gejala yang diduga sedang mengidap penyakit lain seperti asma, meski telah vaksin lengkap dengan Sinovac.

"Pasien 20 tahun, perempuan WNI, gejala sedang, ini satu-satunya yang gejala cukup berat. Ada batuk, sakit kepala, lemah, mual muntah, nyeri abdoman. Ada kemungkinan BA.5 replikasinya di saluran napas bawah, di parenkim. Sudah 2 kali Sinovac, belum booster," jelas Erlina.

Karena dugaan tersebut, Erlina memprediksi gejala BA.5 memang bisa lebih berat namun itu masih terus diobservasi. Di sisi lain, Erlina menegaskan bahwa vaksinasi memang tak mencegah penularan namun dengan mayoritas gejala ringan menjadi bukti efektivitas vaksin membantu mengurangi keparahan penyakit.

"Vaksinasi tidak mencegah kita 100 persen untuk tidak tertular. Tapi minimal kondisi klinisnya, pasien bergejala ringan atau tidak bergejala. Sekali lagi, vaksin membuktikan bilamana kita divaksin, kalaupun tertular penyakitnya ringan atau mencegah perawatan," tegas Erlina Burhan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya