Bahaya Kanker Serviks pada Pria, Bisa Picu Gangguan Sperma
- forbes.com
VIVA – Kanker serviks menjadi salah satu penyakit yang dapat menyerang perempuan dari berbagai jenjang usia. Penyakit ini menempati peringkat kedua sebagai jenis kanker yang paling banyak diderita perempuan Indonesia. Mirisnya, banyak yang tak menyadari bahwa infeksi HPV penyebab kanker serviks juga dapat mengintai para pria.
Pada 2020, WHO mencatat sebanyak 21.003 kasus kematian perempuan di Indonesia karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi virus Human Pappilomavirus Genital (HPV). Penularan dapat terjadi salah satunya melalui hubungan intim, meskipun tanpa gejala, infeksi dapat berlanjut beberapa tahun setelah terpapar virus HPV.
Pada perempuan yang memiliki infeksi HPV, jika berhubungan seksual maka dapat menularkannya pada pasangan. Para pria pun dapat diintai infeksi HPV dengan dampak jenis kanker lainnya yakni kanker penis dan kandung kemih.
"Laki-laki bisa kena HPV. Bisa alami kanker juga karena HPV seperti kanker penis pada pria. Maka, bisa juga divaksin seperti di Australi dan US divaksin pada pria usia 9-25 tahun," jelas Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Prof. Dr. dr. Andrijono, SP.OG(K)-Onk., dalam acara virtual Roche Indonesia.
Dampak infeksi HPV juga bisa membahayakan reproduksi pria seperti gangguan pada sperma. Menurutnya, terbukti penderita infeksi HPV memiliki jumlah sperma yang lebih sedikit dibanding pria sehat lain.
"Mortilitas sperma pun terganggu. Kanker kandung kemih juga bisa, ada faktor assending dari penis ke vesika (kandung kemih)," imbuhnya.
Meski termasuk jenis kanker yang mematikan, risikonya dapat dicegah dengan pemeriksaan secara terpersonalisasi sejak dini yang didukung inovasi-inovasi dalam skrining kanker serviks yang berkualitas. Sayangnya, masyarakat masih menemui hambatan dalam melakukan deteksi dini risiko kanker serviks, khususnya di negara-negara ekonomi menengah ke bawah.
Prof Andrijono menyebutkan, berdasarkan Litbangkes dan HOGI, survey menunjukkan para perempuan enggan skrining karena merasa belum perlu dan tak ada keluhan. Selain itu, ada rasa malu untuk memeriksa lantaran stigma yang ada.
"Tinggi kasusnya di Indonesia karena deteksi dini tidak berjalan dengan baik. Vaksinnya belum juga (merata). Mudah-mudahan 2023 bisa nasional, 10 tahun lagi mungkin kasusnya menurun," pungkasnya.
Director, Country Manager Diagnostics, Roche Indonesia Ahmed Hassan mengatakan bahwa menurut survei global pihaknya, 60 persen masyarakat global masih menghadapi hambatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan berbagai alasan seperti kurangnya informasi, faktor biaya, hingga ketakutan terhadap hasil tes yang positif. Hal ini menjadi hambatan-hambatan dalam melakukan deteksi dini suatu penyakit.
"Pada kanker serviks yang terlambat dideteksi, angka harapan hidup pasien kanker serviks dapat turun menjadi kurang dari 20 persen. Karenanya, akses yang lebih luas untuk deteksi dan perawatan kanker serviks yang inovatif menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas kesehatan perempuan,” kata Ahmed Hassan.
Pemeriksaan fisik melalui deteksi dini yang inovatif hingga penanganan infeksi virus HPV untuk mencegah penularan, perlu diinformasikan secara berkala agar kesadaran masyarakat semakin meningkat. Salah satu inovasi pengujian kanker serviks adalah cobas HPV, yang diakui dalam penelitian ATHENA sebagai prediktor superior risiko kanker serviks. Inovasi ini menyederhanakan tahapan skrining pasien dengan menekankan pada tingkat akurasi dan sensitivitas tinggi, sehingga dapat menyaring lebih banyak pasien berpotensi kanker serviks. Inovasi ini juga memungkinkan tenaga kesehatan profesional untuk mendeteksi 14 virus HPV yang berisiko menyebabkan kanker serviks.