Doyan Makanan Gurih, Dokter Ingatkan Bahaya Ini Mengintai
- Pixabay
VIVA – Makanan Indonesia begitu beragam di seluruh penjuru negeri dengan ciri khas rasa yang nikmat dan membuat lidah ketagihan. Salah satu yang juga sulit dilepas dari lidah masyarakat Indonesia adalah rasa yang gurih, dan itu berasal dari kadar garam yang tak sedikit pada olahan makanan. Lalu, apakah itu berbahaya?
Advisory Board Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia, Prof. dr. Rully M.A. Roesli, Sp.PD-KGH, PhD, mengatakan, rasa gurih memang menjadikan makanan lebih nikmat. Sumber rasa gurih sendiri bisa dari garam maupun monosodium glutamat (MSG). Meski tak dilarang, sejatinya kedua sumber rasa gurih tersebut memiliki batasan.
Faktanya, 29,7 persen orang Indonesia mengonsumsi makanan tinggi garam ≥1 kali per hari. Tingginya asupan garam sudah terbukti berkaitan dengan peningkatan tekanan darah dan risiko terkena hipertensi.
Â
"Karena yang asin-asin dan gurih itu garamnya pasti tinggi padahal garam yang diperkenankan oleh WHO hanya lima gram per hari, kira-kira satu sendok teh, satu hari. Bukan satu kali," tutur Prof Rully, dalam keterangan pers kampanye #BeatHypertension2022 bersama Tropicana Slim, dikutip Kamis 19Â Mei 2022.
Menurutnya, bahaya hipertensi sendiri dirasakan seiring dengan penurunan usia tiap individu. Apalagi, pola hidup yang berubah membuat hipertensi kian rentan menjangkiti usia muda. Pola hidup yang dimaksud seperti minim gerak hingga asupan tinggi garam.
"Kalau kita kan garam, semua garam, itu cenderung terkena hipertensi lebih sering. Bukan sekarang, nanti kalau sudah umur 60-50 tahun. Jadi, kalau mau menghindari hipertensi pada umur itu, dari sekarang kurangi garam," sarannya.
Anjuran batas asupan garam harian dari Kementerian Kesehatan RI adalah maksimal 5 gram per hari (1 sendok teh garam). Oleh karena itu, sangat penting untuk memerhatikan label sebelum membeli produk makanan serta hindari produk dengan kandungan garam atau sodium yang tinggi, seperti makanan kaleng, daging olahan, dan mi instan
"Hipertensi dapat dicegah dengan beberapa cara seperti menjalani pola makan sehat seperti pembatasan asupan garam, serta rutin melakukan pengecekan tekanan darah," jelasnya.
Selain memerhatikan label makanan, memasak sendiri juga merupakan salah satu alternatif untuk mendukung pola makan sehat, termasuk pengendalian asupan garam. Namun, hal ini tentunya bergantung pada jumlah dan jenis bahan yang digunakan, terutama penggunaan saus dan kecap. Penambahan saus dan kecap saat memasak perlu diperhatikan karena kandungan garam yang relatif tinggi pada dua bahan tersebut.Â
Data Wiley Online Library menunjukkan bahwa sumber utama konsumsi garam di negara-negara Asia adalah dari penambahan saat memasak dan makan yaitu mencapai 72-76 persen total asupan garam harian, di mana salah satunya berasal dari kecap asin.Â
"Sebagai alternatif, produk kecap dan saus rendah garam juga dapat bermanfaat membantu membatasi asupan garam harian," tambah Prof. dr. Rully.