Kemenkes: Ada 11 Kematian Per Jam Akibat TBC
- Freepik/freepik
VIVA – Tuberkulosis (TBC) masih menjadi permasalahan kesehatan yang patut disorot di tengah pandemi COVID-19. Sebab, penyakit tersebut sudah menjadi endemik sejak lama dan masih saja mengintai banyak kematian di Indonesia.
Diungkapkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dr drh Didik Budijanto, tercatat penyakit akibat bakteri mycrobakterium tuberkulosis ini masih tinggi penularannya. Bahkan, bakteri tersebut terbukti mematikan dengan jutaan kasus kematian di dunia.
Tercatat dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2021, sebanyak 9,9 juta kasus TBC terdeteksi di seluruh dunia. Untuk data di Indonesia, tak main-main berada di peringkat ketiga jumlah kasus TBC terbanyak di dunia setelah Tiongkok dan India. Kasusnya sebanyak 824 ribu dan di antaranya terdapat 93 ribu kematian di tahun 2021.
"Kalau dihitung jam, setara dengan 11 kematian per jam karena TBC,” kata Didik pada konferensi pers virtual memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 bertajuk 'Investasi Untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Bangsa', Selasa 22 Maret 2022.
Menurut Didik, dari data yang tercatat sebanyak 824 ribu pasien TBC itu, baru sebagiannya yakni 49 persen yang ditemukan dan diobati. Sebanyak 421 ribu pasien belum sempat diobati sehingga berisiko menulari pada lingkungannya.
“Bisa dibayangkan 1 orang menularkan 15 orang atau 16 orang. Kalau 421.000 bisa menularkan sekitar 30 jutaan lebih jika dikalikan 15 orang,” ucapnya lagi.
Maka dari itu, Didik menilai perlunya skrining besar-besaran untuk pasien TBC agar jarak penemuan dan pasien yang diobati bisa segera teratasi. Skrining atau deteksi dini sendiri diupayakan melalui penyinaran pada dada atau X-Ray agar segera tuntas mengobati sebagian pasien lainnya.
"Salah satu upayanya men-skrining betul dengan memanfaatkan x-ray. Ini yang diupayakan untuk pengadaan alat-alat tersebut untuk bisa segera melakukan skrining. Dengan ditemukan sekian gap tentu akan mempercepat target eliminasi TBC. Upayanya dengan menemukan secara cepat, deteksi dini cepat, segera obati kontak dekat, tuntas 100 persen untuk target 2030," pungkasnya.