Jangan Abai, Sampah Plastik Picu Bahaya pada Pernapasan

Ilustrasi sampah plastik.
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Lebih dari 72 persen masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap pengelolaan sampah dan cenderung menggunakan sampah plastik sekali pakai sesuai gaya hidup masa kini. Padahal, sampah plastik yang sulit terurai itu dapat berdampak buruk pada lingkungan yang akhirnya juga berkaitan dengan kesehatan tubuh manusia.

Sidak TPA Muara Fajar, Menteri LH Tegaskan Pemda Harus Gercep Tangani Masalah Sampah

Transformasi ekonomi hijau yang searah dengan peta jalan penanganan sampah di Indonesia mewajibkan produsen mengurangi produk dan kemasan plastik sekali pakai dan beralih pada produk yang dapat diguna ulang. Rezim penggunaan plastik sekali pakai harus diakhiri karena sangat memengaruhi perilaku masyarakat terkait penanganan sampah.

Salah satu akibat dari sampah yang meluap adalah pencemaran udara, yang menyebabkan berbagai penyakit pernapasan dan efek buruk kesehatan lainnya karena kontaminan diserap dari paru-paru ke bagian lain dari tubuh. Zat beracun di udara yang terkontaminasi oleh limbah termasuk karbon dioksida, dinitrogen oksida, dan metana.

Dari Sungai hingga Laut, Dampak Polusi Plastik pada Ekosistem Perairan

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengidentifikasi udara yang tercemar terutama melalui bau yang tidak sedap, yang biasanya disebabkan oleh penguraian dan limbah cair, begitu menurut laporan Ciel.

Ilustrasi sampah plastik.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Kegiatan Tukar Sampah Jadi Susu, Berikan Peluang bagi Warga Menukar Botol Plastik Bekas

Untuk itu, Fungsional Ahli Madya Pedal Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Edward Nixon Pakpahan mengatakan, Permen LHK No 75 tahun 2019 terkait penanganan sampah mewajibkan produsen sektor ritel, manufaktur, dan jasa makanan dan minuman untuk mengurangi produk dan kemasan sampah, termasuk sampah plastik.

Langkah tersebut wajib dilakukan dalam rangka mewujudkan komitmen ekonomi hijau Indonesia untuk mengurangi sampah hingga 30 persen pada 2029.

“Kepada para produsen, regulasi mewajibkan untuk melakukan pengurangan produk sampah. Utamakan kemasan yang bisa diguna ulang. Lakukan pengurangan, lakukan produk yang bisa diguna ulang, baru kemudian yang bisa direcycle. Tindakan mengurangi sampah diharapkan diawali dari produsen,” ujar dia dalam webinar baru-baru ini, di Jakarta.

Edward kemudian menanggapi wacana yang mendorong penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai ketimbang galon guna ulang. Menurut dia, AMDK galon sekali pakai bertentangan dengan prioritas penanganan sampah sebagaimana dalam Permen LHK 75/2019. 

Air kemasan galon guna ulang.

Photo :
  • Pixabay

“AMDK galon sekali pakai, setelah itu akan menjadi sampah. Sedangkan prioritas utama kita adalah mengurangi sampah, bukan mengelola sampah. Kami tidak mendukung yang sekali pakai, usahakan yang bisa diguna ulang. Kami berharap produsen bisa sejalan dengan roadmap ini supaya tidak perlu ada sanksi atau tindakan keras untuk melarang,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar FEB Universitas Padjadjaran Martha Fani Cahyandito mengatakan, ekonomi hijau harusnya digerakkan oleh komunitas dan masyarakat. Penggunaan AMDK galon sekali pakai justru mendukung masyarakat dengan perilaku sekali pakai lalu dibuang, tidak sejalan dengan ekonomi sirkular yang menjadi landasan utama implementasi ekonomi hijau. 

Dari perspektif ekonomi, hal ini justru merugikan karena AMDK galon sekali pakai tidak mendukung ekonomi sirkular yang memberikan manfaat berlanjut bagi ekonomi. Sementara itu, dari perspektif sosial dan lingkungan, perilaku sekali pakai dan buang ini bakal merugikan masa depan masyarakat dan negara ini karena mendukung perilaku hedonis dan merusak lingkungan.

Edward menambahkan, tantangan penanganan sampah, salah satunya adalah dari sosial kultural. Kenyataannya, 72 persen masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap penanganan sampah. Sementara itu, pemerintah sendiri telah menetapkan target yang jelas pada 2030, yakni tidak ada lagi TPA di daerah-daerah, pembatasan masif plastik sekali pakai, dan perubahan perilaku masyarakat yang didasarkan pada kesadaran gaya hidup minim sampah. 

“Untuk mendukung hal ini, sejak tahun lalu, produsen diharapkan menyampaikan perencanaan terkait penanganan sampah. Memang sudah ada korporasi yang menyampaikan rencana timbulan sampahnya hingga 2029. Penanganan sampah adalah komitmen bersama, dimulai dari kurangi sampah, gunakan produk guna ulang,” tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya