Pandemi Picu Obesitas, Risiko Diabetes dan Hipertensi Mengintai

Obesitas bisa picu perlemakan hati
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Perubahan gaya hidup selama pandemi seperti konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih serta berkurangnya aktivitas fisik berpotensi meningkatkan risiko obesitas. Padahal, obesitas dapat meningkatkan risiko komplikasi penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi.

Body Contouring Lagi Tren, Benarkah Bisa Turunkan Berat Badan secara Instan?

Dituturkan Head of Strategic Marketing Nutrifood, Susana, S.T.P., M.Sc., PD.Eng.,isu obesitas adalah hal serius dapat berdampak negatif bagi kesehatan, termasuk meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi, sehingga perlu adanya kerja sama seluruh pihak dalam mengatasi isu ini.

Pihaknya menyadari bahwa selain bekerja sama dengan Kemenkes dan BPOM RI, Nutrifood juga melakukan berbagai program edukasi, baik secara online maupun offline bagi mitra-mitra kami lainnya seperti pemerintah, komunitas, media, sekolah, dan masyarakat umum akan pentingnya gaya hidup sehat serta membatasi asupan gula, garam, dan lemak. 

Daewoong Unveiled Breakthrough Diabetes Treatment at ADA Conference

"Masyarakat yang mengalami obesitas diketahui memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi sebesar 8 kali lipat. Selain diabetes, obesitas juga berkaitan dengan peningkatan risiko hipertensi hingga 5 kali lipat dan risiko penyakit jantung hingga 2 kali lipat," ujar Susana, dalam acara virtual Festival komunitas #BeatObesity 2022–Anak Muda Lawan Obesitas, baru-baru ini.

Pandemi picu obesitas

Jokowi Mau Perpanjang Restrukturisasi Kredit, Ekonom: Jangan Sampai, Bank yang Kasihan

Orang yang mengalami kegemukan atau obesitas.

Photo :
  • Pixabay/ cocoparisienne

Kondisi ini tentunya perlu diwaspadai karena prevalensi penyakit-penyakit kronis di Indonesia terus meningkat, yaitu 10,8 persen untuk diabetes, 34,1 persen untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, dan 1,5% untuk penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter.

Pihak Kementerian Kesehatan juga mencatat bahwa obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi juga merupakan faktor komorbid COVID-19, yang dapat meningkatkan risiko tingkat keparahan dan kematian saat positif terpapar COVID-19.

Senada, Dokter Spesialis Gizi Klinis, dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, menjelaskan bahwa obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebih akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. Ditambah lagi dengan tingginya frekuensi kegiatan online selama pandemi ini, membuat anak muda memiliki kebiasaan ngemil atau mengonsumsi jenis makanan tinggi gula, garam, lemak sambil belajar atau bekerja.

"Ini diikuti dengan kurangnya aktivitas fisik selama mereka di rumah, yang dapat menyebabkan lemak semakin menumpuk dan berisiko obesitas," imbuhnya.

Cegah obesitas sejak dini

Ilustrasi diabetes/gula darah.

Photo :
  • Pixabay/TesaPhotography

Dokter Marya melanjutkan bahwa sejatinya obesitas dapat dicegah saat masih muda dengan mengatur keseimbangan energi dalam tubuh.

Bisa dimulai dari mengatur pola tidur atau istirahat yang cukup, pola aktivitas fisik yang kontinu dengan intensitas rendah sampai sedang, pola emosi makan yang perlu diatur karena kebiasaan makan dengan jumlah berlebih dan cenderung memilih jenis makanan tidak sehat yang tinggi gula, garam, dan lemak disebabkan oleh emosi. 

Hal ini penting agar kita dapat lebih sadar akan jumlah gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi setiap harinya. Anak muda perlu melakukan pengelolaan ini sedini mungkin agar dapat melawan obesitas.

"Pola makan perlu diperhatikan sesuai jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan yang dianjurkan, yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein, serta memerhatikan label kemasan sebelum makan guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman," bebernya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya