Dokter Peringatkan Terjadi Lonjakan Detak Jantung Pasca COVID-19
- U-Report
VIVA – Banyak komplikasi yang terjadi usai terinfeksi COVID-19. Sayangnya, dalam beberapa kasus, kondisinya menunjukkan keparahan. Lalu, apa saja komplikasi yang terjadi pasca COVID-19?
Virus corona berdampak pada banyak organ tubuh, dan dampaknya bahkan akan tetap ada, meski telah sembuh dari COVID-19. Penyakit pernapasan ini, dapat memengaruhi paru-paru, jantung dan perut.
Konsultan Interventional Cardiologist, Narayana di Bangalore, India, Dr. Praveen P Sadarmin, membenarkan pernyataan World Heart Federation (WHF) di awal pandemi bahwa COVID-19 adalah badai yang sempurna untuk jantung.
"COVID-19 adalah kondisi pro-inflamasi dan mengarah pada peradangan jantung yang dapat bermanifestasi sebagai Myocarditis (radang otot jantung) atau Perikarditis yang merupakan peradangan pada kantung yang berisi jantung," ujarnya dilansir Times of India, Jumat 4 Maret 2022.
Peningkatan detak jantung setelah pulih dari COVID-19 telah terlihat pada banyak orang. Denyut jantung normal bervariasi antara 60 hingga 100. Jika lebih dari itu, dapat mengarah pada kondisi yang disebut takikardia, yang patut dikhawatirkan.
Penderita COVID-19 banyak mengeluhkan masalah terkait jantung, salah satunya mengalami detak jantung yang cepat, bahkan setelah sembuh dari penyakit ini.
Takikardia merupakan kondisi di mana terjadi peningkatan denyut jantung. Kondisi ini bisa dimulai di ruang bawah jantung yang disebut ventrikel atau di ruang atas yang disebut atrium.
Pasca COVID-19 banyak orang mengeluhkan detak jantungnya lebih cepat meski hanya menjalani aktivitas ringan. Dalam kasus seperti ini, detak jantung meningkat menjadi 95-100 bahkan setelah melakukan aktivitas fisik kecil seperti berjalan kaki dalam jarak pendek.
Pada beberapa pasien kondisi ini akan sembuh dalam beberapa saat, namun pada banyak pasien lainnya kondisi ini dapat bertahan dalam beberapa waktu. Selain itu, fluktuasi detak jantung sangat berpengaruh bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya.
Sebuah penelitian pada 2021 yang diterbitkan The Lancet mengungkapkan, dalam seminggu setelah diagnosis COVID-19, risiko serangan jantung pertama meningkat 3-8 kali lipat.
Penelitian yang dilakukan pada 87.000 orang, yang 57 persen di antaranya adalah wanita, juga menemukan bahwa pada minggu-minggu berikutnya, risiko pembekuan darah dan serangan jantung terus menurun tetapi tetap meningkat setidaknya selama satu bulan.
Pengamatan serupa juga diungkapkan oleh aplikasi COVID Symptom Study. Aplikasi ini menemukan, COVID-19 adalah penyebab untuk detak jantung yang tidak teratur dan meningkat. Di mana aplikasi ini memiliki lebih dari 4 juta pengguna di seluruh dunia.
Menurut sebuah laporan dari Harvard Health, demam dan infeksi menyebabkan detak jantung menjadi lebih cepat dan meningkatkan kerja jantung pada pasien COVID-19 yang menderita pneumonia.
"Tekanan darah dapat turun atau melonjak, menyebabkan tekanan lebih lanjut pada jantung, dan peningkatan kebutuhan oksigen yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan jantung. Terutama jika arteri atau otot jantung tidak sehat sejak awal," kata mereka.