Bahaya Anemia Tak Diobati Pada Pasien Gagal Ginjal

Ilustrasi anemia
Sumber :
  • Freepik/katemangostar

VIVA – Anemia kerap dialami pasien gagal ginjal dan kondisi ini tak bisa dianggap remeh. Kondisi ini, kata Prof. dr. Rully MA Roesli, PhD, SpPD-KGH, bisa berbahaya.

Terpopuler: Kerusakan Ginjal Bisa Terlihat Malam Hari, hingga Hubungan Seks Jadi Kunci Panjang Umur

Sebab, anemia pada pasien gagal ginjal bisa menyebabkan kematian terutama karena penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung dan stroke. Angka kematian stroke akibat anemia pada gagal ginjal pun sangat tinggi, yakni mencapai 50 persen.

"Apabila pasien hemodialisa terkena penyakit kardiovaskuler maka ginjal menjadi lemah, jantung menjadi lemah," kata dia dalam edukasi kesehatan daring bertema Manajemen Anemia: Mengurangi Tingkat Transfusi Darah yang diselenggarakan olehPT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana) bersama Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Minggu 27 Februari 2022.

Kasus Diabetes Anak Melonjak, Dokter Ungkap Jajanan Ini Bisa Jadi Sebab Obesitas Hingga Gagal Ginjal

Cara mengobati anemia pada pasien gagal ginjal, lanjut Prof. Rully, adalah dengan melakukan terapi epo, dengan indikasi Hb di bawah 10 g/dL, dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi seperti tidak ada infeksi yang berat.

Target dari terapi ini adalah Hb mencapai 10-12 g/dL, tapi tidak lebih dari 13 g/dL. Namun, kadar besi pasien harus baik atau normal.

Hati-hati, Spons Cuci Piring Bisa Sebabkan Gagal Ginjal

Webinar yang digelar dalam rangka memperingati Hari Ginjal Sedunia ini bertujuan untuk mengedukasi para dialisis agar dapat memilih terapi yang tepat bagi dirinya sendiri.

Ilustrasi transfusi darah.

Photo :
  • Pexels/Charliehelen Robinson

"Seperti kita ketahui anemia menjadi problematika bagi pasien cuci darah, di mana terapi yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan penyutikan epo atau alternatif lain dengan melakukan tranfusi darah," ujar Ketua Umum KPCDI Tony Richard Samosir.

Prof. Rully mengatakan bahwa terapi epo yang bisa membuat Hb tinggi dalam waktu lama adalah dengan cara subkutan dibanding intravena. Dengan subkutan, dosisnya pun bisa 30 persen lebih rendah dan hipertensinya bisa terkontrol lebih baik.

"Subkutan lebih lama tinggal, sehingga kemungkinan frekuensi suktik bisa lebih rendah 1 kali per minggu dosis rata-rata kurang dari 30 persen," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Etana Biotechnologies Indonesia dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan rutin mendukung Hari Ginjal Sedunia ini merupakan wujud kepeduliannya terhadap pasien dengan penyakit ginjal, khususnya pasien-pasien yang menjalani hemodialisa.

"Selain itu kami juga terus berupaya untuk melayani pasien dengan menyediakan produk biofarmasi berkualitas tinggi dan terjangkau salah satunya melalui produk epoetin alfa, yang dapat membantu pasien yang sedang menjalani hemodialisa,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya