Miris, Masyarakat Sebut Kental Manis Sebagai Susu Pertumbuhan
- Pinterest/Kelli Foster
VIVA – Anak merupakan generasi penerus yang harus dijaga kesehatan dan tumbuh kembangnya dengan memberikan asupan yang sesuai dengan usianya. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengetahui literasi gizi, sehingga mereka tidak salah memberikan asupan makanan.
Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI), Arif Hidayat, mengungkap hasil penelitian yang dilakukan YAICI bersama para mitra di beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan temuan mereka di lapangan, Arif mengatakan pemahaman masyarakat mengenai gizi di Indonesia, masih sangat mengkhawatirkan.
"Hal itu terlihat dari bagaimana persepsi masyarakat mengenai susu kental manis (SKM). Dari temuan di 5 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku dan NTT, didapati angka yang cukup tinggi yaitu sebanyak 28,96 persen masyarakat mengatakan bahwa SKM adalah susu pertumbuhan," ujarnya saat Launching Buku Masa Depan Anak Indonesia Terganggu Susu Kental Manis, yang digelar YAICI, Jumat 25 Februari 2022.
Bahkan menurut Arif, sebanyak 16,79 persen ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari. Padahal, fakta menyebutkan SKM tidaklah sama dengan susu dan tidak dapat mendukung tumbuh kembang kesehatan anak.
"Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa kandungan gula SKM sangatlah tinggi yaitu 51-56 persen dengan kandungan lemak SKM berkisar 43-48 persen. Yang artinya, produk SKM ini dapat dikategorikan sebagai bukan susu melainkan pemanis dengan perisa susu,” jelas Arif Hidayat.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra Chairunnisa, M.Kes, mengungkap alasan mengapa masyarakat masih mengonsumsi kental manis.
"Karena kental manis mudah didapat di pelosok-pelosok dan murah. Hal ini ada korelasi dengan penelitian kami. Salah persepsi SKM dikonsumsi oleh masyarakat," kata dia.
Peneliti dari PP Aisyiah, Dr. Tria Astika EP, S.K.M., M.K.M, menambahkan, dampak konsumsi kental manis tidak hanya stunting, anak juga bisa terkena anemia.
Sementara itu, dokter sekaligus penyair dan penulis, dr. Handrawan Nadesul, mengatakan, buku Masa Depan Anak Indonesia Terganggu Susu Kental Manis, merupakan legitimasi betapa masyarakat tidak tahu dan tidak paham tentang gizi.
"Jadi tidak heran masih banyak anak dan balita mengonsumsi susu kental manis. Padahal, ini yang mengakibatkan anak tidak cukup gizi, karena proteinnya rendah. Dua tahun pertama adalah usia emas, kecerdasan dan masa depan anak ditentukan oleh dua tahun pertama ini. Karena itu jangan disia-siakan," terang dr. Handrawan Nadesul.