Pakar Sebut Kekebalan COVID-19 Sudah Terbentuk di Indonesia
- Pixabay/Tumisu
VIVA – Selama dua tahun terakhir, pandemi COVID-19 memengaruhi kehidupan masyarakat, sehingga muncul pertanyaan apakah pandemi ini akan berakhir. Meski kasus meningkat tajam, namun keterisian rumah sakit terbilang rendah sehingga sejumlah pihak mengatakan bahwa Indonesia telah siap masuk ke tahap endemi.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa sejauh ini, Indonesia telah mengalami dua gelombang dalam perkembangan kasus COVID-19. Melihat pemetaan secara global, terdapat banyak negara yang sudah mencapai gelombang keempat COVID-19, di mana jumlah kasus positif pada gelombang ini dapat mencapai tiga sampai enam kali lipat jika dibandingkan dengan tiga gelombang sebelumnya.
"Tentunya Indonesia pun tak luput dari peningkatan ini, melihat sifat virus COVID-19 yang tidak mengenal batas wilayah. Saat ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mempersiapkan enam pilar transformasi untuk menangani COVID-19, yaitu transformasi layanan dasar kesehatan, transformasi sektor kesehatan, transformasi sistem kesehatan, pendanaan, transformasi sumber daya manusia, serta teknologi kesehatan," tutur Menkes Budi dalam keterangan pers DBS Asian Insights Conference 2022.
Tak heran, munculnya berbagai varian termasuk Omicron menjadi perhatian lantaran dinilai dapat memicu peningkatan kasus besar-besaran. Namun faktanya, pakar mikrobiologi Universitas Indonesia Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D, menyebut bahwa varian Omicron, yang mulai tersebar pada November 2021, tidak memiliki relasi dengan varian Delta yang muncul pada gelombang kedua.
"Namun varian tersebut memiliki jumlah mutasi yang lebih banyak dibandingkan dengan virus-virus sebelumnya sehingga Omicron dapat beradaptasi dengan lingkungan yang menyebabkan penularan terjadi lebih cepat," terang Prof Amin, di kesempatan yang sama.
Kendati demikian, tidak seluruh mutasi dapat menguntungkan virus. Pada kasus Omicron, justru dengan adanya mutasi tersebut, varian ini tidak menimbulkan morbiditas atau gejala klinis yang berat.
“Pada dasarnya, risiko infeksi memiliki rumus, yaitu keganasan virus dikalikan dengan dosis virus, kemudian dibagi dengan kekebalan. Kekebalan tersebut terbentuk dari vaksinasi maupun infeksi alami ketika seseorang terpapar virus," tegasnya.
Kabar baiknya, berdasarkan atas studi yang dilakukan oleh FKM UI, Kementerian Kesehatan, dan LBM Eijkman, lebih dari 70 persen populasi masyarakat Indonesia telah memiliki antibodi, walaupun belum pernah dinyatakan positif COVID-19 maupun tervaksinasi. Dengan vaksinasi, maka antibodi kian bertambah sehingga kekebalan terhadap COVID-19 sejatinya sudah tercipta pada warga Indonesia.
"Sembilan puluh persen dari populasi yang telah terkena COVID-19 dan tervaksinasi telah memiliki antibodi tersebut. Maka, hal ini menunjukkan bahwa kekebalan terhadap virus telah terbentuk dalam masyarakat Indonesia,” tambah Prof. dr. Amin Soebandrio.