Dokter: Ini Dampak Konsumsi Kental Manis untuk Wanita dan Anak Muda
- Freepik/azerbaijan_stockers
VIVA – Indonesia masih darurat literasi. Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan, 70 persen siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca rendah (di bawah Level 2 dalam skala PISA). Artinya, mereka bahkan tidak mampu sekadar menemukan gagasan utama maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek.
Hal ini diperparah dengan angka minat baca di Indonesia yang juga rendah. Pada 2018, survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk di atas usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92 persen. Angka ini lebih rendah dari persentase 15 tahun sebelumnya, yaitu 23,70 persen.
Padahal, selama hampir 15 tahun, pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan nasional untuk mengatasi krisis literasi ini. Buruknya budaya literasi di Indonesia ini yang menjadi pemicu persoalan gizi buruk dan stunting yang tak kunjung usai.
Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat, mengatakan salah satu bukti rendahnya literasi masyarakat adalah masih ditemukannya susu kental manis yang dikonsumsi sebagai minuman susu.
"Dalam temuan kami baik data dari hasil survei maupun saat bertemu langsung dengan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi sebagai minuman susu," ujarnya saat diskusi dan literasi bertajuk 'Kami Sadar Gizi, Siap Bersaing di Era Globalisasi', yang digelar YAICI dan Kampung Dongeng Indonesia, Selasa 8 Februari 2022.
"Alasannya karena sudah terbiasa, ada yang merasa pernah mendengar aturan penggunaan susu kental manis, tapi tidak ingin mencari tahu. Ini menunjukkan literasi rendah, masyarakat tidak teredukasi," sambung dia.
Senada dengan Arif, pegiat literasi Maman Suherman mengatakan, perjuangan mengajak orang berliterasi seharusnya tidak hanya berhenti sampai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan ketentuan tentang susu kental manis.
"Bicara literasi bukan hanya sekadar baca tulis, tapi mengerti apa yang kita baca. Sebagai contoh, BPOM telah melarang penggunaan susu kental manis sebagai pengganti ASI. Tapi di rak-rak supermarket, produk ini berada berdampingan dengan susu. Lalu masyarakat beli dan dijadikan susu untuk anak. Kalau masyarakat sudah paham literasi, hal seperti ini tidak akan terjadi," papar Maman.
Dokter Umum, dr. Meita Rakhmawati yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan, kebiasaan mengonsumsi susu kental manis sebagai minuman sehari-hari memang tidak langsung kelihatan dampaknya terhadap kesehatan. Namun akibatnya akan mulai terasa di masa mendatang.
"Bagi perempuan dapat mengakibatkan masalah kurang gizi pada saat hamil nanti. Banyak juga anak muda yang merasa insecure dengan tubuhnya, merasa tidak makan banyak tapi gemuk, padahal dia lupa sehari-hari yang dikonsumsi adalah makanan minuman tinggi gula," ungkapnya.
"Jadi selagi masih muda, mulailah memerhatikan kecukupan gizi, jangan menunggu usia 40 tahun baru menjalani pola hidup sehat. Karena apa yang kita rasakan saat tua adalah apa yang kita makan saat muda," tambah dia.
Pendongeng sekaligus pendiri Kampung Dongeng Indonesia (KDI) Awam Prakoso, turut menyampaikan pandangannya mengenai lemahnya pemahaman masyarakat mengenai literasi gizi.
"Mungkin selama ini kita terpaku pada bentuk edukasi yang kaku. Tapi coba disampaikan melalui cara dongeng atau story telling. Pesan-pesan edukasi itu bisa disampaikan melalui cerita-cerita yang menarik, atau bahkan memanfaatkan media seperti audio visual, menonton bareng juga bisa. Ini akan diterima dengan lebih baik," jelas Awam Prakoso.
Menutup kegiatan, Arif Hidayat, turut mengingatkan untuk menjadi generasi yang sadar literasi.
"Yaitu yang pertama adalah dengan membaca label ketika membeli produk pangan, dan jangan asal ikut-ikutan. Dengan demikian, generasi muda siap menjadi Agent Of Change dengan menyebarkan kebaikan-kebaikan kepada rekan sesama ataupun lingkungan di sekitar kita, baik lewat tulisan maupun lewat dongeng," imbuh Arif.