Kenali Penyakit Usus Demi Jaga Kesehatan Tubuh

Usus Besar, Rektum, dan Anus
Sumber :
  • pixabay.com

VIVA – Sistem pencernaan manusia memiliki peran penting untuk menjaga status kesehatan manusia agar tetap optimal. Jika ada salah satu organ pencernaan yang bermasalah atau terganggu dikarenakan terserang penyakit maka akan mempengaruhi kerja dari sistem pencernaan manusia.

Gangguan sistem pencernaan manusia ada bermacam-macam seperti diare, sembelit atau konstipasi, gastroenteritis, keracunan makanan, tukak lambung, inflammatory bowel disease (IBD), intoleransi makanan dan masih banyak lagi.

Dampak dari gangguan atau penyakit di saluran pencernaan khususnya di usus mampu menghambat penyerapan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga memberikan risiko lebih tinggi untuk terserang penyakit dan tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.

Gangguan penyakit usus di sistem saluran pencernaan yang paling sering ditemukan adalah yang disebabkan oleh intoleransi makanan. Kondisi intoleransi makanan adalah respons sistem pencernaan manusia ketika ada makanan atau minuman yang tidak dapat dicerna masuk ke dalam tubuh.

Kondisi ini berbeda dengan alergi makanan karena pada kasus alergi makanan sistem kekebalan tubuh manusia akan bereaksi dan melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh, salah satunya adalah makanan atau minuman, yang dianggap berbahaya.

Intoleransi laktosa adalah salah satu contoh intoleransi makanan yang dialami oleh manusia dimana ketidakmampuan usus untuk mencerna laktosa dari susu disebabkan oleh tidak adanya enzim laktase untuk mencerna dan mengubah laktosa, salah satu jenis karbohidrat disakarida, menjadi bentuk lebih sederhana, yaitu glukosa dan galaktosa.

Usus Halus

Photo :
  • pixabay.com

Kasus intoleransi laktosa banyak ditemukan di Indonesia Bahkan pada tingkat Asia, memiliki kecenderungan lebih berisiko untuk mengalami intoleransi laktosa. Diperkirakan di Asia Tenggara termasuk Indonesia, sekitar 80% penduduknya mengalami intoleransi laktosa.

“Di Eropa, prosentase penderita intoleransi laktosa pada ras kaukasia lebih rendah sekitar 25%. Hal ini disebabkan, karena faktor genetis keturunan dimana secara budaya konsumsi susu orang Asia lebih lama menerima kebiasaan minum susu sapi jika dibandingkan dengan orang Eropa,” ungkap dr Arif Sabta Aji, Ahli Gizi.

Heboh Aksi Mandi Susu di Boyolali, Mentan Wajibkan Industri Serap Susu dari Peternak Lokal

Tingginya konsumsi susu di Eropa disebabkan karena mereka tinggal di geografis yang lebih jarang terkena paparan sinar matahari sehingga anjuran cukup konsumsi susu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan vitamin D dan zat gizi lainnya.

Berbeda dengan orang yang tinggal lebih dekat dengan garis khatulistiwa karena lebih banyak terpapar sinar matahari. Kondisi ini menyebabkan masih belum banyak orang yang memiliki enzim laktase yang cukup untuk mampu mencerna laktosa dari susu.

Mentan Amran Mediasi Pengusaha dan Peternak Sapi yang Viral Buang Susu Segar

“Banyak sekali gejala yang ditimbulkan dari intoleransi laktosa terhadap fungsi pencernaan dan kesehatan manusia seperti perut kembung, sakit perut, diare dan muntah. Kondisi tersebut sering dialami penderita intoleransi laktosa selama 30 menit sampai dua jam setelah konsumsi susu," ungkap dr Arif.

"Jika setelah konsumsi susu dan produk susu olahan lainnya membuat perut kembung, kemungkinan akan mengalami sakit perut atau diare. Gejala ini merupakan indikator bahwa tubuh mengalami gangguan fungsi pencernaan terhadap makanan tertentu” tambahnya.

Stunting dan Anemia Masih Tinggi di Indonesia, Hasil Studi Temukan Solusi Mengatasinya

Selain itu, dr Arif menambahkan, pada akhirnya tubuh akan mengalami kelelahan dikarenakan gejala yang ditimbulkan ketika mengalami intoleransi laktosa.

Oleh karena itu, solusi untuk menghindari efek dan gejala yang ditimbulkan oleh intoleransi laktosa adalah dengan mengurangi konsumsi bahan makanan yang mengandung laktosa dengan mengganti produk minuman susu dengan produk minuman susu yang bebas laktosa.

Berdasarkan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap susu bebas laktosa, PT Global Dairi Alami menghadirkan satu-satunya susu sapi bebas laktosa yaitu MilkLife Bebas Laktosa dengan varian rasa original dan juga mocha.

Dalam memproduksi susu MilkLife Bebas Laktosa, PT Global Dairi Alami menghasilkan susu dari peternakan susu sendiri yang mengusung konsep From Farm to Table, dari mulai produksi susu, hingga pendistribusian ke meja konsumen.

Kandungan gizi, dan kesegaran susu MilkLife, dihasilkan dari jenis sapi Friesian Holstein, yang dirawat dengan sangat baik mulai dari kualitas makanan sapi hingga peternakan yang dikelola dengan teknologi modern.

“Dengan hadirnya susu MilkLife Bebas Laktosa, kami harap konsumsi susu sapi di tengah-tengah  masyarakat Indonesia semakin meningkat. Kami juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk #BeraniMinumSusu dengan beragam varian dan susu dari MilkLife, agar kedepannya nutrisi dan kebutuhan gizi masyarakat dapat terpenuhi dengan baik,” ujar Ihsan Mulia Putri, CEO of Global Dairi Alami.

Konsumsi produk olahan susu lainnya juga bisa menjadi alternatif karena jumlah laktosanya sudah tidak sebanyak produk susu sapi tanpa olahan.

Orang yang mengalami intoleransi laktosa dan dengan sengaja menghindari konsumsi susu akan berisiko mengalami defisiensi pada zat gizi tertentu seperti kalsium, vitamin D, vitamin B12, dan protein.

Intoleransi laktosa tidak dapat dicegah, tetapi gejala dari intoleransi laktosa dapat dicegah dengan mengkonsumsi produk susu bebas laktosa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya