Kapan Anak Balita Bisa Dapat Vaksin COVID-19? Ini Kata Ahli
- Freepik/jcomp
VIVA – Pemberian vaksin COVID-19 pada anak sudah dilakukan secara bertahap, dimulai pada anak remaja hingga kini sedang dilaksanakan bagi anak usia 6-11 tahun. Dengan mulai menyebarnya varian Omicron, banyak yang mempertanyakan kapan waktu tepat untuk memberikan vaksinasi pada anak usia lima tahun serta bawah lima tahun (balita).
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro memaparkan bahwa pemberian vaksin pada anak masih dengan perkembangan terkait keamanannya. Untuk itu, pemberiannya tak bisa dilakukan secara serentak pada kelompok usia anak.
"Untuk anak tidak bisa bersama-sama. Anak itu dari usia 1-18 tahun, nggak bisa sama-sama. Karena anak punya pertumbuhan yang beda tiap umur. Pengaruh pada pemberian vaksin. Coba dulu yang paling tua, yang daya tahan paling bagus. Remaja (usia 11-18 tahun) sama seperti dewasa," ujarnya dalam acara daring, Minggu 24 Januari 2022.
Dijelaskan Sri, keistimewaan tiap kelompok pun berbeda-beda. Diutamakan anak remaja lantaran di usia itu kecenderungan anak untuk berkerumun dan bersama teman-temannya. Serta, bisa mengejar pelajaran sekolah untuk bisa masuk ke perguruan tinggi.
"Dosis juga bisa seperti dewasa. Sudah 6 bulan disuntik, KIPI kecil dan hampir nggak ada efek, ada tapi nggak serius. Berarti aman. Untuk itu turun ke anak SD," jelasnya.
Di usia anak yang masih 6-11 tahun ini, juga masih dipantau terkait keamanannya. Untuk itu, pakar belum bisa memberikan izin pada anak usia 1-5 tahun lantaran di usia yang lebih besar belum tuntas pemberiannya.
"Setelah terbukti aman maka program vaksinasi COVID-19 dilanjutkan ke umur yang lebih muda yakni 6-11 tahun. Sama juga untuk yang lebih muda lagi," paparnya.
Bersamaan dengan itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menuturkan bahwa pemberian vaksin pada pelajar sekolah dasar juga masih cukup sulit lantaran belum semua orangtua memberi izin. Salah satu penyebabnya adalah berita hoaks yang menyebar luas terkait vaksinasi.
Dokter Piprim juga menyoroti pembelajaran tatap muka yang sudah dilaksanakan dalam beberapa pekan. Piprim menyayangkan masih banyaknya kasus COVID sehingga memicu penutupan PTM sementara.
"Cukup menyayangkan banyak sekolah tutup, ketika kasus kembali meningkat dan PPKM level 2, sebaiknya sekolah tidak membuka PTM 100 persen," ujar Piprim.
Piprim berharap, sesuai arahan IDAI, agar pemilihan hybrid tetap dilaksanakan. Terlebih, masih banyak anak yang belum mendapatkan vaksinasi secara merata.
"Untuk PAUD sekolah daring dulu. Rekomendasi IDAI tidak ada perubahan. Kami sudah bersurat dengan instansi terkait, perlu dievaluasi lagi terkait pelaksanaan PTM terbatas," bebernya.