Penerima Sinovac Bisa Pakai Vaksin Booster AstraZeneca atau Pfizer
- ANTARA FOTO
VIVA – Presiden RI Joko Widodo telah memastikan bahwa pemberian vaksin booster COVID-19 gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Mekanisme pemberian vaksin penguat ini pun telah digodok untuk mulai diberikan pada 12 Januari 2022 besok.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa vaksinasi booster ini mempertimbangkan kesediaan jenis vaksin yang ada. Sebab, pemberiannya akan berbeda dari vaksin primer yang diberikan dengan jenis vaksin yang sama dalam dua dosis.
"Pemerintah akan berikan vaksinasi booster dengan mempertimbangkan ketersediaan vaksin yang ada di tahun ini, karena jenisnya akan berbeda dengan ketersediaan vaksin tahun lalu. Kita juga pertimbangkan hasil riset oleh peneliti dari dalam dan luar negeri," ujar Menkes Budi dalam konferensi pers virtual, Selasa, 11 Januari 2022.
Untuk kombinasinya sendiri, Menkes menegaskan bahwa peraturannya sudah dibuat dan disetujui Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) serta Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Berikut kombinasinya:
Untuk regime pertama, penerima vaksin primer Sinovac, artinya mendapat dua dosis atau lengkap, akan diberikan vaksin booster Pfizer. Namun, pemberian vaksin booster sebesar setengah dosis saja.
"Pertama, vaksin primer Sinovac, artinya pertama dan kedua pakai Sinovac. Booster-nya setengah dosis Pfizer," jelas Menkes.
Sinovac-Sinovac-AstraZeneca
Selanjutnya, pada penerima vaksin primer Sinovac seperti yang pertama tadi, bisa mendapat pilihan booster AstraZeneca. Namun pemberian booster tersebut juga hanya setengah dosis.
Astrazeneca-Astrazeneca-Moderna
Terakhir, alternatif ketiga yaitu vaksin primer dengan Astrazeneca, artinya memakai dua dosis AstraZeneca, maka bisa memakai vaksin booster Moderna. Pemberian vaksin booster Moderna juga hanya setengah dosis.
"Ini adalah kombinasi awal dari regime vaksin booster pertama berdasarkan ketersediaan vaksin yang ada dan sesuai hasil riset yang disetujui BPOM dan ITAGI, yang nantinya bisa berkembang tergantung hasil riset baru dan ketersediaannya," pungkas Menkes.