Kasus Kematian Pertama Flurona di Peru, Pasien Belum Divaksinasi
- Pixabay/mattthewafflecat
VIVA – Kementerian Kesehatan Peru telah melaporkan kasus kematian pertama ‘flurona’ akibat infeksi ganda virus flu dan COVID-19. Pasien tersebut berusia 87 tahun dengan penyakit penyerta yang tidak divaksinasi COVID-19.
"Pasien adalah satu dari tiga kasus flurona yang terdeteksi di wilayah Amazonas Peru utara," ujar seorang peneliti di Pusat Nasional untuk Epidemiologi, Pencegahan dan Pengendalian Penyakit kementerian, Dr Cesar Munayco, dikutip dari laman The Strait News, Senin, 10 Januari 2022.
Dokter Cesar melanjutkan bahwa dua kasus lainnya adalah anak di bawah umur dan seorang berusia 40 tahun yang telah divaksinasi penuh terhadap COVID-19. Mereka yang terinfeksi menunjukkan gejala seperti batuk, sakit tenggorokan dan malaise umum.
Dokter Cesar berharap masyarakat segera mendapatkan vaksinasi terhadap COVID-19 dan influenza, karena itu mengurangi risiko kematian. Sebab, penyakit ini diprediksi dapat menjadi hal besar yang berbahaya.
"Penting untuk mempertimbangkan hal ini, karena saat ini kami memiliki wabah besar influenza H3N2 di hutan negara, seperti (wilayah) Loreto, San Martin, Amazonas dan Ucayali," peneliti memperingatkan.
Ada pun Peru mengumumkan gelombang ketiga kasus COVID-19 beberapa waktu lalu, dipercepat dengan kedatangan varian Omicron pada bulan Desember, yang telah menyebabkan 309 kasus yang dikonfirmasi di negara Amerika Selatan ini.
Flurona, istilah yang baru diciptakan untuk menggambarkan infeksi ganda baik Covid-19 maupun influenza, telah menimbulkan kekhawatiran publik yang luas atas potensi gejala dan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kedua infeksi tersebut.
Istilah ini menjadi sorotan setelah seorang wanita hamil yang tidak divaksinasi berusia 30-an dinyatakan positif untuk kedua penyakit di Israel pada 30 Desember 2021, yang merupakan kasus pertama yang tercatat di dunia.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), COVID-19 dan influenza adalah penyakit pernapasan yang dapat menyebabkan gejala serupa termasuk batuk, sakit tenggorokan, pilek, demam, dan sakit kepala. Demikian juga, kedua penyakit dapat menyebar melalui tetesan dan aerosol ketika orang yang terinfeksi bernapas, batuk atau bersin.
Wanita yang terinfeksi itu menunjukkan gejala ringan, dirawat dengan kombinasi obat yang menargetkan COVID-19 dan flu, dan dipulangkan dari rumah sakit pada 30 Desember, menurut petugas medis di Rumah Sakit Beilinson di kota Petah Tikva Israel.
Sejauh ini, gejala pasti dan tingkat kematian yang disebabkan oleh flurona masih belum jelas. Para ilmuwan masih mempelajari bagaimana kemungkinan penyebarannya dan tingkat keparahan penularan ganda yang baru. Namun pekerja medis khawatir bahwa munculnya flurona akan memberikan lebih banyak tekanan pada sistem perawatan kesehatan publik yang sudah sangat terbebani di seluruh dunia.
Sementara itu, flurona juga memicu meningkatnya seruan agar lebih banyak orang divaksinasi dan mematuhi langkah-langkah perlindungan lainnya terhadap COVID-19 dan influenza, termasuk menjaga jarak, mencuci tangan secara teratur dan pembatasan perjalanan.