Kolom Prof Tjandra: 7 Aspek Super Immunity
- Istimewa
VIVA – Beberapa hari ini ada pernyataan tentang super immunity yang sebagai salah satu alasan kasus di negara kita (dan juga beberapa negara lain) dapat tetap melandai. Di bawah ini disampaikan tujuh penjelasan tentang hal ini, sebagai berikut;
1. Pada mereka yang sembuh dari sakit COVID-19, maka akan terbentuk antibodi. Ini yang disebut imunitas alamiah. Data menunjukkan bahwa kalau mereka kemudian, sesudah sembuh, mendapat vaksinasi lagi, maka imunitasnya akan tumbuh menjadi lebih baik lagi.
Inilah yang belakangan ini banyak disebut sebagai super immunity atau nama lainnya hybrid immunity.
2. Laporan awal penelitian yang antara lain disampaikan di jurnal kesehatan internasional Nature akhir 2021 menunjukkan bahwa serum darah mereka dengan super immunity punya kemampuan lebih baik untuk menetralisasi beberapa varian COVID-19, setidaknya lebih baik daripada netralisasi pada mereka yang mendapat vaksin tapi sebelumnya tidak pernah sakit. Â Â
3. Juga ternyata pemberian vaksin ketiga atau booster akan memberi perlindungan sama seperti super immunity pada mereka yang belum pernah sakit sebelumnya.
4. Perlu disadari bahwa super immunity bukanlah benar-benar berarti amat super, efektifitasnya juga mungkin akan berkurang juga, walaupun memang ada yang menyebut sebagai hyper-charged immunity. Juga belum tahu benar bagaimana dampaknya Omicron.Â
5. Juga perlu dipahami bahwa dengan menyebutkan bahwa super immunity. maka sama sekali tidak berarti mengatakan bahwa baiknya orang dapat sakit saja, lalu kemudian divaksin. Ini pendapat yang salah, karena jatuh sakit seseorang tentu punya berbagai risiko besar bagi kesehatan dan bahkan mungkin juga kehidupan.
6. Ada juga fenomena lain, yaitu bagaimana imunitas tubuh pada seorang yang divaksin COVID-19 tapi kemudian tetap jatuh sakit COVID-19, yang setidaknya berdasar Jurnal JAMA akhir 2021 juga memberi perlindungan yang baik.
7. Dengan berbagai perkembangan ilmu yang ada, maka pesan utamanya tetaplah jelas, segeralah mendapat vaksinasi yang lengkap.
Data terakhir sampai 1 Januari 2022 menunjukkan bahwa masih lebih dari 45 persen masyarakat kita yang belum mendapat vaksinasi lengkap, dan bahkan masih sekitar 57 persen lansia kita belum mendapat vaksinasi memadai. Angka ini harus dikejar dengan segala upaya maksimal kita semua.
Lalu, kalau sudah akan ada kemungkinan mendapat vaksin booster, maka baik untuk dilakukan, khususnya awalnya bagi mereka yang punya risiko lebih tinggi untuk mendapat penyakit COVID-19 dalam berbagai variannya.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara