Musim Hujan Waspada DBD, Hati-hati Gejalanya Mirip COVID-19

Ilustrasi Tes Demam Berdarah
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Beberapa waktu belakangan, hujan sudah mulai mengguyur beberapa wilayah. Ada beberapa penyakit yang identik dengan musim penghujan. Selain batuk pilek, penyakit lain yang perlu diwaspadai adalah demam berdarah dengue atau DBD.

Bisa Berujung Kematian, 3 Hal Ini Wajib Dilakukan untuk Cegah Demam Berdarah

Mengutip WebMD, Rabu 15 Desember 2021, diperkirakan ada sekitar 400 juta infeksi dengue terjadi di seluruh dunia setiap tahun, dengan sekitar 96 juta mengakibatkan penyakit. 

Sebagian besar kasus terjadi di negara-negara tropis, seperti India, Asia Tenggara, China, Taiwan, Meksiko, Afrika, Karibia (kecuali Kuba dan Kepulauan Cayman), serta Amerika Tengah dan Selatan (kecuali Chili, Paraguay dan Argentina). 

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Demam berdarah sendiri merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, yang disebabkan oleh salah satu dari empat virus dengue. DBD dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. 

Gejala DBD biasanya dimulai 4-6 hari setelah infeksi dan berlangsung hingga 10 hari. Beberapa gejalanya mirip dengan COVID-19, di antaranya tiba-tiba demam tinggi, sakit kepala parah, nyeri sendi dan nyeri otot yang parah, serta kelelahan. 

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Sakit kepala

Photo :
  • Times of India

Namun yang membedakannya, demam berdarah juga menunjukkan gejala lain, seperti rasa sakit di mata, mual, muntah, ruam kulit (muncul 2-5 hari setelah demam), dan pendarahan ringan (mimisan, gusi berdarah atau mudah memar). 

Terkadang, gejalanya ringan dan bisa disalahartikan sebagai flu atau infeksi virus lainnya. Anak kecil dan orang-orang yang belum pernah terinfeksi sebelumnya, cenderung mengalami gejala yang lebih ringan dibanding remaja dan dewasa. 

Namun, masalah serius dapat berkembang. DBD dapat menimbulkan komplikasi langka, yang ditandai dengan demam tinggi, kerusakan pada getah bening dan pembuluh darah, pendarahan dari hidung dan gusi, pembesaran organ hati, dan kegagalan sistem peredaran darah. 

Gejalanya dapat berkembang menjadi pendarahan masif, syok dan kematian. Kondisi ini disebut dengan sindrom syok dengue (DSS). Orang-orang dengan sistem kekebalan lemah dan mereka yang pernah terinfeksi demam berdarah, juga berisiko besar terkena DBD. 

Dalam rangka menanggulangi DBD, Cap Lang Kayu Putih Plus, kembali menyelenggarakan program Indonesia Bebas Nyamuk 2021. Total, ada tujuh kota yang dikunjungi, dimulai dari Jakarta Timur, Bekasi, Semarang, Surabaya, Bali, Makassar, dan Medan. 

Perwakilan dari Cap Lang Kayu Putih, Azis Chandra, mengatakan, tujuan dari diadakannya program ini adalah untuk membantu pemerintah dan mengingatkan masyarakat bahwa selain pandemi COVID-19, ada penyakit demam berdarah yang cukup berbahaya. 

"Program fogging Indonesia Bebas Nyamuk ini, juga merupakan suatu kesempatan bagi kami untuk berbakti dan memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya dari wabah demam berdarah," tutur Azis Chandra.

Ilustrasi anak sakit.

Kasus DBD Melonjak, Ahli: 50 Persen Kematian Usia 5-14 Tahun

Indonesia mengalami lonjakan kasus demam berdarah, dengan 88.593 kasus terkonfirmasi dan 621 kematian per 30 April 2024 – sekitar tiga 3 kali lipat lebih tinggi.

img_title
VIVA.co.id
11 November 2024