Musim Hujan Rentan Banjir, Waspadai Penyakit Menular
- Times of India
VIVA – Hujan kerap mengguyur Tanah Air, nyaris setiap hari di berbagai daerah. Cuaca dingin pun menyergap membuat kita nyaman di rumah, namun tak dipungkiri bahwa kondisi banjir rentan mengintai.
Beberapa wilayah di Indonesia pun melaporkan banjir yang terjadi akibat curah hujan tinggi. Dampak kesehatan langsung dari banjir termasuk tenggelam, cedera, hipotermia, dan gigitan hewan. Pada umumnya, banjir juga berpotensi meningkatkan penularan penyakit menular berbahaya.
Dikutip dari laman NHP, penyakit yang ditularkan melalui air, seperti demam tifoid, kolera, leptospirosis dan hepatitis A. Sementara itu, penyakit yang ditularkan melalui vektor yang juga rentan terjadi saat musim hujan, seperti malaria, demam berdarah dengue dan demam berdarah, serta Demam West Nile
Ada peningkatan risiko infeksi penyakit yang ditularkan melalui air yang ditularkan melalui kontak langsung dengan air yang tercemar, seperti infeksi luka, dermatitis, konjungtivitis, dan infeksi telinga, hidung, dan tenggorokan. Namun, penyakit ini tidak rawan epidemi.
Faktor risiko utama wabah yang terkait dengan banjir adalah kontaminasi fasilitas air minum yang mengakibatkan penyakit yang ditularkan melalui air seperti demam tifoid, kolera, leptospirosis, dan hepatitis A.
Infeksi rawan epidemi yang dapat ditularkan langsung dari air yang terkontaminasi adalah leptospirosis, penyakit bakteri zoonosis. Penularan terjadi melalui kontak kulit dan selaput lendir dengan air, tanah lembab atau tumbuh-tumbuhan (seperti tebu) atau lumpur yang terkontaminasi urin hewan pengerat.
Terjadinya banjir setelah hujan deras memudahkan penyebaran organisme karena perkembangbiakan hewan pengerat yang mengeluarkan sejumlah besar leptospira dalam urin mereka.
Bencana alam satu ini bisa berakibat fatal jika tak diatasi sejak dini. Salah satunya dengan mencegah datangnya banjir melalui penghijauan kembali yang dilakukan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) melalui program Djarum Trees for Life sudah memulai penghijauan di berbagai wilayah di Indonesia sebelum menjejaki Jalan tol Trans Sumatera.
Pada Oktober 2020 yang lalu, BLDF telah menanam 8.728 trembesi, salah satu jenis tanaman dengan daya serap tinggi terhadap karbon, pada ruas tol Bakauheni – Terbanggi Besar. Target penanaman yang ingin dicapai pada tahun ini dan tahun depan adalah 15.000 trembesi, untuk menghijaukan ruas tol Terbanggi Besar-Kayu Agung-Palembang.
“DTFL mulai menanam trembesi di wilayah pantai Utara Jawa (Pantura), Merak-Banyuwangi, Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang), Madura, serta tol Trans Jawa sejak 2010.
"Saat ini sejalan dengan pembangunan tol Trans Sumatera sebagai proyek prioritas pemerintah, DTFL berkomitmen untuk menghijaukan ruas tol guna mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC). Penanaman trembesi di wilayah padat lalu lintas utamanya jalan tol penting sebagai langkah antisipatif untuk mereduksi karbon," ujar FX Supanji, Vice President Director Djarum Foundation.
Diketahui bahwa pemerintah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon melalui berbagai kebijakan,salah satunya reboisasi hutan dan penghijauan lingkungan. Pemerintah turut mengajak partisipasi aktif sektor swasta dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan visi DTFL terkait preservasi lingkungan hidup dan komitmen mereduksi karbon.
“Pada sektor kehutanan misalnya, emisi karbon dapat diturunkan sebesar hampir 60 persen. Pemerintah juga telah menyampaikan updated dokumen NDC yang berisi kebijakan, rencana teknis, dan target guna mencapai net zero emission pada 2060. Dalam mencapai net zero sink, pemerintah terus mengajak berbagai pihak termasuk sektor swasta untuk berkontribusi, karena perusahaan memiliki peran yang besar untuk melakukan mitigasi perubahan iklim,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Laksmi Dhewanthi.