One-Stop Service Dinilai Jadi Solusi Pemulihan Penyintas COVID-19
- Freepik/freepik
VIVA – Pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia sejak awal tahun 2020, telah membawa dampak bagi seluruh sektor kehidupan dan sudah begitu banyak yang telah terinfeksi COVID-19. Dari sekian banyak yang terinfeksi, ada yang mampu bertahan dan ada pula yang tidak mampu bertahan melewatinya. Mereka yang bertahan disebut dengan penyintas COVID-19.
Meskipun sudah dinyatakan sembuh, ternyata hampir 20 persen penyintas COVID-19 masih mengalami masalah kesehatan akibat COVID-19 seperti batuk, sesak napas, gangguan penciuman atau pengecapan, sakit kepala, nyeri pada tubuh, diare, mual, kelelahan, nyeri perut, hingga gejala gangguan saraf. Bahkan ada pula yang mengalami efek psikis.
Para penyintas juga mengalami fenomena yang dikenal sebagai Long COVID, di mana gejala dapat bertahan atau muncul kembali berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah dinyatakan sembuh atau swab PCR negatif.
Sayangnya, Koordinator Layanan 24 Jam Puskesmas Setiabudi Jakarta, dr. Reynaldi Fattah Zakaria, mengatakan belum ada suatu arahan jelas untuk para penyintas COVID dalam pelayanan Puskesmas.
"Sehingga saat ini penanganan pasien penyintas COVID-19 hanya terbatas untuk menangani gejalanya. Padahal perlu dilakukan tindakan preventif dan tidak hanya kuratif karena untuk mengantisipasi terjadinya penyakit kronis," ujarnya dalam Seminar Online Seri 46 bertajuk 'One-Stop Service untuk Penyintas COVID-19' baru-baru ini.
Sebagai informasi, seminar yang digelar Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu dihadiri 1.283 orang yang telah mendaftar sebagai peserta dan tercatat sekitar 627 orang yang mengikuti seminar online melalui Zoom dan 230 orang melalui YouTube.
Peserta yang hadir, yaitu dari tenaga kesehatan maupun non tenaga kesehatan. Seminar ini tidak hanya menghadirkan pembicara dari pakar ahli, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan, tetapi juga mengundang salah satu perwakilan komunitas penyintas COVID-19 yaitu Covid Survivor Indonesia (CSI).
Lebih lanjut, dr. Reynaldi juga mengatakan bahwa selama pandemi COVID-19, Puskesmas Setiabudi telah aktif melakukan upaya promotif, preventif dan kuratif bagi penderita COVID-19. Upaya tersebut dilakukan baik secara tatap muka, maupun melalui telemedicine.
dr. Reynaldi selaku dokter di garda terdepan lantas berharap agar para penyintas COVID-19 yang mengalami gejala long COVID dapat menerima pelayanan yang holistik, longitudinal dalam perawatan primer, layanan rehabilitasi multidisiplin, serta terbentuknya suatu regulasi yang jelas.
Pengalaman Juno Simorangkir, seorang founder komunitas CSI, yang dalam kesempatan ini menyampaikan bahwa para penyintas masih sering merasakan gejala COVID-19 walaupun sudah lebih dari 20 bulan telah dinyatakan sembuh. Masalah penyintas COVID-19 pun tidak hanya seputar kesehatan, namun juga ada dampak sosial dan ekonomi.
"Ada juga masalah diskriminasi, baik antara sesama penyintas COVID-19 maupun dari keluarga. Hal ini menjadi perhatian bagi fasilitator pelayanan kesehatan karena bukan tidak mungkin kualitas hidup para penyintas tersebut akan menurun dan tidak menutup kemungkinan juga dapat terjadi perburukan kembali," ucapnya.
Karena itu, Juno memberikan gagasan bahwa agar tercipta pelayanan kesehatan yang baik untuk penyintas COVID-19 perlu dilakukan upaya 3R yaitu Recognition, memberikan validasi terhadap keluhan yang dialami oleh penyintas dan tidak bersikap skeptis.
Kedua Rehabilitation, menyediakan jaminan pelayanan kesehatan terpadu gratis dengan alur yang jelas dan berpihak pada pasien termasuk patient registry yang baik, dan yang ketiga Research, yaitu mengadakan penelitian/studi komprehensif terhadap mereka yang pernah terkena COVID-19 di Indonesia.
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, dr. Lily Kresnowati, M.Kes (Epid) menyampaikan bahwa sampai dengan saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) nomor 5673 tahun 2021, pelayanan COVID-19 tidak dijamin oleh JKN BPJS. namun dijamin oleh negara dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan.
"Apabila pasien sudah dinyatakan sembuh dan kondisi sudah tidak memenuhi kriteria KMK 5673 tahun 2021, maka pembiayaan tidak ditanggung lagi oleh Kementerian Kesehatan melainkan oleh JKN BPJS. Hanya saja kendalanya adalah sampai saat ini di Indonesia belum ada pedoman pelayanan bagi pasien Long COVID sehingga perlu dibentuk suatu pedoman agar pelayanan kesehatan bagi penyintas COVID-19 dapat dilakukan secara maksimal," ujarnya.
Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K), FCCP, salah satu pembicara yang merupakan dokter ahli paru di RSUP Persahabatan, memberikan suatu gagasan dan inisiasi bahwa untuk penanganan Long COVID, atau juga dikenal dengan sindrom pasca COVID-19, perlu digalakkan suatu Sentra Layanan Pemulihan yang merupakan pelayanan one-stop service. Di mana pasien Long COVID mendapatkan semua jenis layanan dari satu pintu yang merupakan salah satu solusi bagi penyintas Long COVID-19.
"Ini dapat dimulai dari FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama), di mana diharapkan sentra layanan tersebut dapat melayani para penyintas COVID-19 untuk dilakukan skrining mengenai keluhan atau gejala sisa yang masih ada, baik keluhan secara fisik maupun psikis," kata Prof Menaldi.
Ia juga menyampaikan perlu adanya kolaborasi pelayanan dari psikolog bersama dokter di pelayanan primer.
Inisiasi ini pun direspon baik oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL(K), MARS. Di mana pemerintah tampaknya telah siap mendukung upaya untuk kesehatan para penyintas COVID-19.
Prof Abdul menyampaikan kepada seluruh para pakar ahli kesehatan di Indonesia termasuk tim Prof Menaldi untuk menyiapkan konsep maupun skema mengenai pedoman serta alur pelayanan pasien Long COVID dan disediakannya suatu sentra pemulihan COVID-19 di fasilitas Kesehatan.
Sebagai informasi, seminar ini diharapkan dapat mendorong pembentukan sentra pemulihan Kesehatan bagi penyintas COVID-19 di fasilitas pelayanan kesehatan terutama di FKTP. Harapan ini juga direspon dengan baik oleh pihak BPJS Kesehatan yang tentunya akan mendukung kebijakan ini.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) juga mendukung baik upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan bagi penyintas COVID-19. Guru Besar FKM UI, Prof. Dr. dr. Adik Wibowo, M.P.H. dalam sambutannya menyampaikan bahwa FKM UI juga telah melakukan upaya kesehatan masyarakat untuk penyintas COVID-19 dimulai dari tahap pertama.
Yaitu dilakukannya survei dan penelitian kualitatif untuk mengetahui infografis penyintas COVID-19 dan tahap kedua, diadakannya sesi seminar online yang dijadikan sebagai media diskusi bagi para perwakilan dari stakeholder untuk pelayanan Long COVID, dan kemudian tahap ketiga akan dikaji dari hasil seminar untuk bahan penelitian yang selanjutnya akan menjadi proposal untuk membuat suatu strategi, agar dapat memberikan solusi serta terwujudnya pelayanan bagi para penyintas COVID-19.