Kegiatan Offline Marak Digelar, Pakar IDI: Jangan Euforia

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/pikisuperstar

VIVA – Menurunnya kasus COVID-19 di Indonesia membuat Pemerintah menetapkan beberapa pelonggaran. Sejumlah kegiatan offline mulai banyak digelar, termasuk sidang pengadilan. 

IDI Tegaskan Dokter Tak Boleh Jadi Influencer Sampai Promosikan Produk Kesehatan

Spesialis penyakit dalam hematologi onkologi medik sekaligus Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban, mengingatkan, diadakannya kegiatan offline, tentu ada risiko penularan COVID-19, termasuk diselenggarakannya sidang offline. 

"Ya, memang ada datanya bahwa sidang membuat klaster COVID-19, jadi memang ada risiko. Walaupun tentu saja sekarang ini berbeda dengan (kondisi) yang lalu," ujarnya kepada VIVA, Jumat 3 Desember 2021. 

Bahaya BPA Ditegaskan Bukan soal Bisnis, Tapi Ancam Kesehatan Konsumen

Terkait kondisi COVID-19 di Indonesia saat ini, Zubairi menjelaskan, positivity rate amat rendah, yaitu kurang dari 1,5 persen. Bahkan, DKI Jakarta hanya 0,4 persen. 

"Jadi, risiko penularan memang rendah sekali. Rumah sakit perawatan COVID-19 banyak yang kosong. Kemudian jumlah kasus per hari per minggu rendah banget. Jumlah kasus COVID-19 yang meninggal setiap hari, setiap minggu, juga rendah sekali," terang dia. 

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Zubairi tidak memungkiri bahwa risiko penularan COVID-19 saat ini berbeda dari yang lalu, di mana risiko penularannya amatlah rendah. Kendati demikian, Zubairi mengingatkan, kita tidak boleh terlalu euforia. 

Ilustrasi COVID-19/virus corona

Photo :
  • Pixabay/geralt

"Tetapi tentu kita tidak bisa euforia, tidak bisa langsung membuka saja sidang offline tanpa tatacara. Jadi rekomendasinya adalah, pendekatan berlapis-lapis agar kemungkinan penularan menjadi minimal," kata dia. 

Jika ingin menggelar sidang offline, Zubairi memberikan beberapa saran untuk mengurangi risiko penularan. Apa saja? 

"Satu, perbaiki ventilasi ruang pengadilan. Kemudian jaga jarak tetap wajib, tidak bisa berdempetan. Kemudian tentu saja harus memakai masker. Kalau mau lebih kuat, pakai masker ditambah face shield. Hand hygiene juga tetap menjadi penting. Jadi, harus sering mencuci tangan, memakai air yang mengalir dengan sabun, ataupun dengan cara yang lain," ungkapnya. 

Selain itu, pria yang akrab disapa Prof. Beri itu mengatakan, vaksinasi juga sangat penting. 

"Jadi, semua orang yang masuk ruang sidang pengadilan harus sudah vaksinasi dua kali. Itu termasuk juga hakim, jaksa, saksi, terdakwa, semua orang yang masuk ruangan situ, termasuk untuk administrasi, wajib sudah vaksinasi dua kali. Kalau mau lebih ketat lagi, sebaiknya semua orang yang mau masuk periksa dengan swab antigen. Kalau negatif baru boleh masuk ruang sidang," tukas dia. 

Menurut Zubairi, risiko penularan di ruang sidang jauh lebih tinggi dibanding di luar ruangan. Sebab, dalam ruangan tertutup, konsentrasi virus lebih tinggi dan bisa lebih masuk ke saluran napas, sehingga memudahkan penularan.

"Jadi syaratnya walaupun pake atau tanpa AC tetap jendela pintu harus dibuka, itu satu. Yang kedua, paling murah supaya aliran udaranya lancar, pakai kipas angin. Yang berikutnya memakai hepa filter. Selanjutnya menambahkan upper room jadi di langit-langit disediakan juga untuk ultraviolet," imbuh dia. 

Zubairi menyimpulkan, lebih baik berhati-hati dan sedikit berlebihan daripada sembrono, yang berujung pada timbulnya klaster baru dan tentu saja akan membahayakan banyak orang. 

"Itu membahayakan tidak hanya di ruang sidang pengadilan saja yang hadir, namun akan juga membahayakan keluar. Karena kalau begitu ada yang tertular kemudian masuk ke masyarakat, sehingga masyarakat juga jadi berisiko," pungkas Prof. Zubairi Djoerban.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya