Pandemi COVID-19 Melanda, Kekerasan Seksual Merajalela
- Pexels/RODNAE Productions
VIVA – Angka kasus kekerasan seksual semakin meningkat dan kian rentan mengintai berbagai usia dan tanpa mengenal gender. Terlebih, pandemi COVID-19 yang melanda tak menyurutkan prevalensi kasus kekerasan seksual dan justru makin merajalela.
Dalam memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan bersama Yayasan Care Peduli (YCP) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, UN Women berdiskusi dengan tema 'Ubah Narasi: Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan'.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Â Bintang Puspayoga memaparkan sejumlah fakta dan data bahwa 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan, non-pasangan, atau keduanya, setidaknya sekali dalam hidupnya. Serupa dengan kondisi global, 1 dari 3 perempuan Indonesia berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual dalam hidupnya.
“Indonesia yang aman bagi perempuan tidak akan tercipta tanpa dukungan dan sinergi dari seluruh pihak, khususnya media. Dalam hal ini, kami sangat berharap media bisa menjalankan kode etik pemberitaan yang ramah perempuan, serta mulai mengembangkan kebijakan media untuk mendorong pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan," kata Bintang, dalam keterangan persnya.
Senada, CEO Yayasan Care Peduli Bonaria Siahaan menegaskan bahwa CARE memiliki visi untuk menciptakan dunia yang memberikan harapan, bersifat inklusif dan berkeadilan, di mana semua orang dapat hidup bebas dari kemiskinan, bermartabat dan memiliki rasa aman. Kekerasan terhadap perempuan jelas bertentangan dengan visi tersebut.
"Sekalipun pemberitaan tentang kekerasan berbasis gender telah cukup banyak dan bahkan meningkat terutama sejak pandemi COVID-19, namun hal yang masih kurang diulas adalah keterkaitan antara kekerasan terhadap perempuan dengan seksisme dan ketidaksetaraan gender yang mana kedua hal ini menjadi akar masalah masih terjadinya terhadap perempuan," tuturnya.
Kekerasan meningkat
Hadir sebagai panelis Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan juga memaparkan fakta-fakta terkait kekerasan terhadap perempuan. Dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen (hampir 800 persen atau 8x lipat).Â
Sementara, Dalam kurun waktu 10 tahun (2010-2019), jumlah kekerasan terhadap perempuan sebanyak 2.775.042 kasus. Artinya 760 kasus per hari atau 31 kasus per jam. Bahkan, sepanjang 2011-2020, tercatat kekerasan seksual di ranah privat dan komunitas 49.643 kasus.Â
"Fenomena kekerasan adalah seperti gunung es dimana jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar dari yang dilaporkan. Dapat diartikan juga bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman," tuturnya.
Mirisnya, kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi meningkat, dimana berdasarkan CATAHU 2021, pengaduan melalui Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan meningkat, menjadi 2.389 kasus. Itu pun dengan catatan 2.341 kasus berbasis gender.
"Dari Januari hingga Oktober 2021, tercatat kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi sebanyak 4.711 kasus," terangnya.
Selain itu, terdapat data tambahan. Dalam data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, tercatat kenaikan yang cukup signifikan yakni pengaduan kasus cyber crime 281 kasus (2018 tercatat 97 kasus) atau naik sebanyak 300%. Kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban.
"Untuk mendukung penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, peran media menjadi sangat strategis. Kehadiran media dalam  pencegahan kekerasan terhadap perempuan akan berkontribusi dalam mendekatkan hak korban atas keadilan, perlindungan dan pemulihan, khususnya melalui pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ujar Veryanto.